Rencana Perdamaian Gaza Ala Trump: Indonesia Menyambut Baik, Namun Pengamat Ingatkan untuk Berhati-Hati

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah menyepakati sebuah rencana perdamaian baru untuk Gaza. Pemerintah Indonesia merespons positif kesepakatan ini. Kendati demikian, seorang pengamat menyarankan agar Indonesia mengkaji secara mendalam detail-detail kesepakatan tersebut sebelum memberikan dukungan penuh.

Rencana yang diinisiasi oleh Trump ini mengusulkan penghentian segera operasi militer Israel di Gaza. Sebagai imbal baliknya, Hamas diminta untuk membebaskan sandera Israel yang masih hidup, beserta jenazah sandera yang diduga telah meninggal, dalam waktu 72 jam. Pertukaran ini akan dilakukan dengan pembebasan ratusan warga Gaza yang ditahan.

Sumber dari pihak Palestina yang terlibat dalam negosiasi gencatan senjata mengungkapkan bahwa Hamas telah menerima proposal yang terdiri dari 20 poin usulan dari Gedung Putih. Proposal tersebut menekankan bahwa Hamas tidak boleh memiliki peran dalam pemerintahan Gaza di masa depan. Selain itu, proposal ini membuka jalan bagi pendirian negara Palestina di kemudian hari.

Dalam konferensi pers usai perundingan, Trump menyebut rencana ini sebagai "hari bersejarah bagi perdamaian". Ia juga menyatakan bahwa Netanyahu akan mendapatkan dukungan AS untuk "menuntaskan tugas menghancurkan ancaman Hamas" jika kelompok tersebut menolak rencana tersebut. Netanyahu menegaskan bahwa Israel "akan menyelesaikan tugasnya" jika Hamas tidak menyetujui atau tidak menindaklanjuti rencana tersebut.

Otoritas Palestina, yang memerintah Tepi Barat, menilai upaya Trump ini "tulus dan penuh tekad". Mereka menegaskan komitmen untuk bekerja sama dengan AS, negara-negara di kawasan, dan mitra lainnya untuk mengakhiri perang di Gaza, memastikan bantuan kemanusiaan yang memadai, serta pembebasan sandera dan tahanan.

Rencana ini, jika terwujud, akan dimulai dengan penghentian operasi militer secepat mungkin. Status quo "garis pertempuran" akan dibekukan hingga persyaratan penarikan bertahap terpenuhi. Hamas diharapkan meletakkan senjata dan menghancurkan jaringan terowongan serta fasilitas produksi senjata. Setiap jenazah sandera Israel yang dibebaskan akan ditukar dengan jenazah 15 warga Gaza yang tewas. Bantuan penuh akan segera dikirim ke Jalur Gaza setelah kesepakatan dicapai.

AS juga menguraikan rencana tata kelola Gaza di masa depan. Sebuah "komite Palestina yang teknokratis dan apolitis" akan memerintah di bawah pengawasan badan transisi internasional baru bernama "Dewan Perdamaian", yang akan dipimpin oleh Trump. Mantan Perdana Menteri Inggris, Sir Tony Blair, akan menjadi bagian dari dewan pemerintahan ini.

Mengapa Indonesia Mendukung Rencana Ini?

Sikap Indonesia tercermin dalam deklarasi bersama yang diunggah di situs Kementerian Luar Negeri. Bersama Yordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Mesir, Indonesia menyambut baik rencana Trump dan upaya mengakhiri perang di Gaza. Mereka percaya pada langkah Trump menuju perdamaian dan menganggap kemitraan dengan AS penting. Mereka berjanji untuk terus terlibat dalam implementasi proposal perdamaian demi terjaminnya perdamaian, keamanan, dan stabilitas di wilayah tersebut.

Poin-poin yang disetujui meliputi: mengakhiri perang, membangun kembali Gaza, menolak pemindahan rakyat Palestina, memajukan perdamaian komprehensif, menolak aneksasi Tepi Barat, memastikan bantuan kemanusiaan, pembebasan sandera, mekanisme keamanan, dan penarikan Israel. Solusi dua negara, dengan Gaza terintegrasi penuh dengan Tepi Barat dalam negara Palestina sesuai hukum internasional, dianggap kunci stabilitas dan keamanan regional.

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menyampaikan dukungan terhadap solusi dua negara, menekankan pengakuan Palestina dan jaminan keamanan Israel, dalam pidato di PBB pada 23 September 2025. Ia bahkan menawarkan pengiriman pasukan perdamaian Indonesia jika diperlukan.

Dalam pertemuan dengan Trump di sela-sela konferensi PBB, Prabowo menyampaikan perlunya kepemimpinan AS dalam menyelesaikan masalah Gaza dan Palestina. Namun, foto Prabowo di billboard bersama Netanyahu dan Trump menimbulkan kontroversi. Kementerian Luar Negeri menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui atau menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.

‘Realitas Masa Kini yang Berbeda’

Pengamat politik Timur Tengah, Dina Sulaeman, mengingatkan bahwa realitas politik dan sosial di Palestina telah berubah secara signifikan. Konsensus solusi dua negara dari Perjanjian Oslo 1993 perlu disesuaikan. Pendudukan Israel di Tepi Barat semakin masif, dan pembangunan pemukiman khusus Israel meningkat pesat. Pernyataan Netanyahu yang menolak pendirian negara Palestina menjadi sorotan utama.

Dina mempertanyakan bagaimana negara Palestina dapat berdiri merdeka jika Israel terang-terangan menolaknya. Wilayah yang dijanjikan untuk Palestina diduduki atau dihancurkan Israel, membuat solusi ini tidak realistis lagi. Ia menyerukan terobosan baru melalui diskusi intensif, mengingat lebih dari 150 negara mengakui Palestina.

Ia juga menyoroti inkonsistensi sikap internasional, terutama terkait dengan perintah penangkapan ICC terhadap Netanyahu. Ia menilai bahwa pembentukan "Dewan Perdamaian" yang diketuai Trump dengan Tony Blair sebagai anggotanya problematis, mengingat rekam jejak AS dan Blair di Irak. Keberadaan badan pemerintahan sementara ini mengindikasikan bahwa masyarakat Palestina tidak memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang berpotensi mengulangi sejarah kolonialisme.

Dina menyarankan pemerintah Indonesia untuk tidak terburu-buru menyetujui rencana ini dan mengkaji isinya secara mendalam.

Tanggapan Muhammadiyah

Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, menilai rencana ini sebagai manipulasi Trump, mengingat Netanyahu menolak ide negara Palestina. Ia juga tidak mempercayai "Dewan Perdamaian" yang dipimpin Trump, karena sikap Trump yang pro-Israel akan sangat mempengaruhi keputusan badan tersebut. Anwar mempertanyakan apakah AS akan menyerahkan Gaza kembali ke Palestina setelah pembangunan kembali selesai. Ia mendesak Prabowo untuk menolak rencana ini karena diduga penuh tipu daya.

Reaksi Internasional

Perdana Menteri Inggris, Sir Keir Starmer, menyambut baik rencana tersebut dan menyerukan semua pihak untuk bekerja sama dengan AS. Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, juga meminta semua pihak memanfaatkan momen ini. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, memuji proposal tersebut dan menyatakan kesiapan Prancis untuk berkontribusi.

Komentar Hamas

Sumber Palestina yang mengetahui negosiasi mengatakan bahwa para pejabat Qatar dan Mesir telah menyerahkan rencana Gedung Putih kepada Hamas. Seorang pejabat senior Hamas menyatakan bahwa mereka terbuka untuk mempelajari proposal apa pun yang dapat mengakhiri perang di Gaza, tetapi perjanjian apa pun harus melindungi kepentingan Palestina, memastikan penarikan penuh Israel dari Gaza, dan mengakhiri perang. Masalah persenjataan hanya dapat dibahas dalam kerangka solusi politik yang menjamin berdirinya negara Palestina merdeka di perbatasan tahun 1967.

Rencana perdamaian ini juga mencakup "rencana pembangunan ekonomi" untuk membangun kembali Gaza dan memastikan bahwa Israel tidak akan menduduki atau mencaplok Gaza. Warga Palestina tidak akan dipaksa meninggalkan Gaza, dan rencana ini membuka peluang bagi terbentuknya negara Palestina di masa depan.

Scroll to Top