Selama lebih dari dua dekade, Kawah Silverpit di dasar Laut Utara menjadi medan pertempuran ide antara ilmuwan. Ada yang meyakini bahwa kawah melingkar sempurna ini lahir dari hantaman asteroid dahsyat, sementara yang lain berpendapat bahwa proses geologis yang lebih lambat, seperti pergerakan garam atau runtuhnya gunung berapi bawah laut, adalah penyebabnya.
Namun, berkat kemajuan teknologi pencitraan seismik, analisis mikroskopis mineral, dan simulasi komputer yang kompleks, teka-teki Silverpit akhirnya terpecahkan. Kawah ini, ternyata, memang terbentuk akibat tubrukan asteroid yang terjadi sekitar 43 hingga 46 juta tahun lalu!
Harta Karun di Kedalaman Laut
Kawah tumbukan seperti Silverpit adalah fenomena langka di Bumi. Dari sekitar 200 kawah yang diketahui, hanya 33 yang terletak di bawah laut. Padahal, lebih dari dua pertiga planet kita tertutup air. Mengapa demikian? Waktu adalah faktor utamanya. Erosi oleh angin dan hujan menghancurkan kawah di daratan, sementara kawah di lautan tertimbun oleh sedimen. Inilah yang membuat Silverpit menjadi temuan luar biasa dalam dunia geologi.
Kawah berdiameter 3,2 kilometer ini bersembunyi 700 meter di bawah dasar laut, sekitar 128 kilometer dari lepas pantai Yorkshire. Ketika pertama kali terdeteksi pada tahun 2002 dalam survei seismik sebuah perusahaan minyak, bentuknya yang membulat dan retakan-retakan konsentrisnya langsung menarik perhatian.
Studi awal mengisyaratkan adanya tumbukan asteroid, tetapi bukti yang ada masih minim. Tanpa bukti konkret, para skeptis menuntut penjelasan yang lebih sederhana. Pada tahun 2009, keraguan begitu kuat sehingga debat terbuka di London Geological Society berakhir dengan penolakan mayoritas terhadap hipotesis tumbukan.
Teknologi Baru, Bukti Baru
Keraguan tersebut mulai runtuh pada tahun 2022, ketika Northern Endurance Partnership melakukan survei seismik 3D berskala besar di wilayah tersebut. Kali ini, para peneliti berhasil mendapatkan gambaran yang jauh lebih tajam tentang apa yang tersembunyi di bawah permukaan.
Hasil pemindaian dengan resolusi tinggi mengungkapkan tanda-tanda kawah tumbukan klasik: kubah yang terangkat di bagian tengah, zona retakan konsentris yang membentang sejauh 18 kilometer, kawah bagian dalam yang terletak di dalam rongga utama, dan puluhan lubang kecil yang tersebar di sekitar lokasi.
Kawah-kawah sekunder ini, dengan diameter sekitar 150 meter, sangatlah menarik. Mereka kemungkinan terbentuk ketika bongkahan batu yang terlempar akibat ledakan awal jatuh kembali ke dasar laut.
Fitur-fitur seperti ini umum ditemukan di Bulan dan Mars, tetapi jarang sekali terawetkan di Bumi karena erosi. Kelestarian Silverpit menjadikannya rekaman alam yang unik tentang dampak tumbukan asteroid ke laut dangkal.
Memutar Waktu
Untuk menentukan kapan tumbukan itu terjadi, para ilmuwan memeriksa fosil-fosil kecil yang terperangkap di dalam batuan di lapisan batuan sekitarnya. Fosil-fosil nano ini berfungsi sebagai penanda waktu yang akurat di masa lalu Bumi. Keberadaan mereka dengan jelas menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada pertengahan Eosen, antara 43 hingga 46 juta tahun yang lalu, ketika wilayah yang sekarang menjadi Laut Utara masih berupa paparan laut dangkal.
Simulasi komputer melengkapi cerita tersebut. Simulasi tersebut memperkirakan bahwa sebuah asteroid berbatu selebar 160 meter menghantam Bumi dengan kecepatan 15 kilometer per detik. Tumbukan tersebut menghasilkan kawah sedalam satu kilometer hanya dalam 12 detik. Dalam beberapa menit, cekungan tersebut melengkung ke dalam dan membentuk pengangkatan pusat yang terlihat dalam rekaman seismik. Air laut kembali mengalir deras, membentuk dinding air dan batu raksasa yang menghantam pantai dalam tsunami setinggi sekitar 100 meter atau lebih.
Model komputer yang digunakan dalam penelitian ini disediakan oleh seorang profesor dari Imperial College London, yang sebelumnya menentang teori impak. Ia menyatakan bahwa hipotesis impak adalah penjelasan yang paling tepat dan paling sesuai dengan observasi. Ia merasa sangat puas akhirnya menemukan solusi yang tepat.
Salah satu temuan paling mencolok adalah lintasan asteroid. Sesar menunjukkan bahwa asteroid tersebut menghantam pada sudut rendah dari barat-barat laut. Tumbukan sudut rendah menghasilkan kawah asimetris, dan informasi seismik mengonfirmasi dugaan ini. Ini merupakan bukti lain yang menepis teori-teori alternatif yang pernah diyakini oleh para skeptis.
Pelajaran dari Dampak Kecil Namun Kuat
Dibandingkan dengan Kawah Chicxulub di Meksiko yang dikaitkan dengan kepunahan dinosaurus, Silverpit memang kecil. Namun, dampaknya akan sangat dahsyat bagi kehidupan di sekitarnya. Asteroid berdiameter 100 meter atau lebih dapat memasuki atmosfer Bumi dan menciptakan kawah dahsyat, dan Silverpit menunjukkan seperti apa bencana ini di laut dangkal.
Penemuan ini juga menyoroti rapuhnya catatan tumbukan Bumi. Lempeng tektonik dan erosi menghapus sebagian besar catatan tumbukan di masa lalu. Keberadaan Silverpit, yang terkubur di bawah gundukan sedimen, memberi para ilmuwan kesempatan langka untuk mendapatkan wawasan tentang proses yang digunakan asteroid untuk membentuk kembali lingkungan laut.
Konfirmasi Silverpit sebagai kawah tubrukan lebih dari sekadar memecahkan misteri geologis. Hal ini memberikan gambaran langka tentang bagaimana asteroid berukuran sedang berinteraksi dengan lautan dangkal, menyebabkan tsunami, dan membentuk dasar laut.
Penemuan ini mempertajam model tentang apa yang diperkirakan dari dampak masa depan, sehingga penting untuk studi tentang pertahanan planet. Dari Silverpit, para ilmuwan dapat belajar memprediksi bahaya yang ditimbulkan oleh objek dekat Bumi yang mungkin suatu hari menghantam planet kita.