Makassar Darurat HIV/AIDS: Liberalisasi Seksual Jadi Biang Kerok?

Kota Makassar mencatatkan diri sebagai wilayah dengan kasus HIV/AIDS tertinggi di Sulawesi Selatan. Data terbaru menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, dimana ratusan kasus baru terdeteksi dalam kurun waktu singkat, sebagian besar diakibatkan oleh perilaku seks menyimpang. Ironisnya, ratusan nyawa melayang akibat penyakit mematikan ini.

Peningkatan kasus HIV/AIDS ini diduga kuat berkaitan erat dengan liberalisasi seksual dan penggunaan narkoba melalui jarum suntik ilegal. Pandangan yang keliru tentang kebebasan individu dan hak asasi manusia (HAM) dianggap menjadi pembenaran atas perilaku seks bebas dan hubungan sesama jenis. Masyarakat yang terpengaruh budaya sekuler menganggap hal tersebut sebagai hak pribadi, asalkan dilakukan atas dasar suka sama suka dan tidak merugikan orang lain. Padahal, tindakan tersebut jelas bertentangan dengan norma, adat, dan ajaran agama.

HAM seringkali dijadikan tameng untuk melindungi perilaku liberalisasi seksual dan hubungan sesama jenis. Seks bebas dianggap sebagai bagian dari individualisme yang lahir dari ideologi kapitalisme sekuler. Para pelaku dan pendukung hubungan sesama jenis gencar memperjuangkan hak-hak mereka dengan alasan diskriminasi. Banyak negara maju yang menganut sekularisme bahkan melegalkan pernikahan sesama jenis atas nama kebebasan berperilaku.

Fakta yang sebelumnya ditutupi, kini tak terbendung lagi. Lonjakan kasus HIV/AIDS didominasi oleh seks sesama pria, membuktikan bahwa keberadaan mereka dapat menjadi ancaman bagi masyarakat.

Sistem kapitalisme sekuler dinilai tidak mampu mengatasi masalah penularan HIV/AIDS. Regulasi yang ada justru memberi ruang bagi perilaku liberalisasi seksual, baik heteroseksual maupun homoseksual. Peningkatan perilaku seksual liberal tidak akan terjadi jika para pelaku merasa tidak aman dalam mengekspresikan diri.

Penyelesaian masalah HIV/AIDS dalam sistem kapitalisme sekuler dianggap sebagai upaya yang sia-sia. Alih-alih menurunkan kasus, yang terjadi justru lonjakan. Padahal, HIV/AIDS adalah penyakit menular yang sangat mematikan.

Islam memiliki aturan yang tegas mengenai seks bebas dan hubungan sesama jenis. Pembangkangan terhadap aturan agama telah menyebabkan kebebasan berperilaku tumbuh subur, terutama dalam naungan individualisme yang dijamin oleh sistem demokrasi dan kapitalisme dengan aturan sekuler.

Islam mengharamkan hubungan sesama jenis dan seks bebas dengan lawan jenis. Islam juga menutup celah menuju liberalisasi seksual (zina), seperti pergaulan bebas, bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duaan antara lawan jenis tanpa disertai mahram (khalwat). Ini semua merupakan regulasi yang dapat mencegah terjadinya liberalisasi seksual.

Islam memberikan sanksi yang mengandung efek jera, seperti hukum cambuk bagi pelaku zina yang belum menikah dan rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, hukuman mati bagi pelaku hubungan sesama jenis. Semua perilaku tersebut, dalam pandangan Islam tergolong ke dalam tindakan kriminal.

Dengan ditutupnya pintu-pintu perzinahan dan pengadopsian sistem sanksi dalam Islam, maka liberalisasi seksual dapat dihentikan dan penurunan angka HIV/AIDS serta penghentian penularannya sangat mungkin dilakukan.

Namun, perangkat aturan tegas yang berasal dari Islam ini sangat sulit bahkan mustahil untuk diterapkan dalam wadah yang mengandung paham kebebasan seperti dalam Kapitalisme sekuler saat ini. Karena sudut pandangnya terhadap permasalahan saat ini justru bertentangan.

Regulasi Islam hanya dapat diterapkan dalam wadah perangkat hukum yang memiliki sudut pandang sama, yaitu sudut pandang halal dan haram sesuai aturan Sang Pencipta manusia, kehidupan dan alam semesta.

Scroll to Top