Perbedaan pandangan terkait pembagian royalti di industri musik Indonesia kembali menjadi sorotan publik, melibatkan dua anggota band Padi Reborn, Piyu dan Fadly. Perseteruan ini muncul setelah Piyu mengunggah pernyataan di Instagram yang mengkritik 29 penyanyi, termasuk Fadly, yang mengajukan uji materi Undang-Undang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Piyu, sebagai Ketua Umum AKSI (Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia), memuji Ari Lasso yang dianggap telah menjalankan Undang-Undang Hak Cipta dengan baik, memberikan hak moral dan ekonomi melalui sistem direct licensing. Ia mempertanyakan alasan 29 penyanyi dari VISI (Vibrasi Suara Indonesia) menggugat UU Hak Cipta, yang menurutnya sudah memadai.
Fadly Padi langsung merespons unggahan Piyu di kolom komentar, menyatakan ketidaksetujuannya dan menegaskan dirinya termasuk dalam kelompok 29 penyanyi yang memperjuangkan perubahan regulasi royalti. Fadly merasa perjuangan para penyanyi yang merasa haknya belum diakomodasi dengan layak diabaikan.
VISI berpendapat bahwa beberapa pasal dalam UU Hak Cipta lebih menguntungkan pencipta lagu, sementara perlindungan bagi penyanyi dalam pembagian royalti masih kurang. Mereka berharap uji materi di MK dapat menciptakan keadilan bagi semua pelaku industri musik.
Perselisihan ini menguji persahabatan lama antara Piyu dan Fadly, yang telah bersama sejak membentuk Padi pada tahun 1997. Meskipun band sempat vakum, hubungan profesional mereka tetap terjaga. Namun, perbedaan pandangan tentang royalti kini menjadi isu publik, menyentuh aspek personal dan prinsipil para musisi.
Perdebatan mengenai royalti musik bukanlah hal baru di Indonesia. Langkah hukum yang diambil oleh VISI menjadi langkah konkret yang cukup langka. Isu ini membuka diskusi yang lebih luas tentang keadilan distribusi royalti antara pencipta lagu dan penyanyi.
Uji materi ini diajukan oleh 29 musisi dan pelaku seni pertunjukan, termasuk Ariel NOAH, Armand Maulana, dan Once Mekel. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang dinilai tidak memberikan perlindungan optimal bagi pelaku pertunjukan dalam memperoleh royalti.
Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah sistem dan mekanisme performing rights dalam UU Hak Cipta. Sementara itu, sebagian musisi yang tergabung dalam AKSI menyuarakan transparansi dalam pengumpulan dan distribusi royalti, menginisiasi sistem direct license kepada pencipta lagu secara langsung.