Krisis Gizi Buruk Mengancam Anak-Anak Gaza Akibat Blokade

GAZA – Anak-anak di Gaza menghadapi ancaman serius akibat kekurangan gizi yang semakin parah. Pemerintah Gaza menuding Israel menjadikan kelaparan sebagai senjata dalam perang yang sedang berlangsung, sebuah taktik yang dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.

Menurut laporan, penutupan perbatasan secara terus-menerus telah memicu penurunan drastis dalam kondisi kesehatan, terutama di kalangan anak-anak dan bayi. Lebih dari 65.000 anak dari 1,1 juta orang menghadapi malnutrisi akut dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Kondisi ini diperparah dengan kekurangan makanan, obat-obatan, dan air bersih yang mengancam ratusan ribu nyawa.

Pemerintah Gaza mendesak pembukaan kembali semua penyeberangan perbatasan tanpa syarat untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan, suplemen gizi, dan pasokan medis. Tindakan ini dinilai krusial untuk menyelamatkan nyawa dan menghentikan keruntuhan kemanusiaan yang mengerikan.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menggambarkan Gaza sebagai "tanah keputusasaan," menghadapi pengepungan total yang berlangsung lebih lama dari sebelumnya. Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA, menyoroti bahwa keluarga tidak memiliki cukup makanan untuk diberikan kepada anak-anak mereka, dan orang sakit tidak dapat menerima perawatan medis yang memadai. UNRWA juga melaporkan telah mendistribusikan paket makanan terakhir mereka, menandakan krisis yang semakin dalam.

Sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret, ribuan warga Palestina telah menjadi korban kekerasan, dengan lebih dari 52.000 orang tewas dan 116.000 lainnya terluka akibat serangan udara yang berkelanjutan. Lebih dari 14.000 orang masih hilang.

Situasi ini memicu kecaman internasional, dengan banyak negara menyerukan pertanggungjawaban atas tindakan Israel. Mahkamah Internasional saat ini sedang menyelidiki dugaan kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel, sementara Mahkamah Kriminal Internasional sedang mencari para penjahat perang yang dituduh, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Scroll to Top