Pemerintah mencatat bahwa hingga 11 April 2025, sebanyak 19.375 pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah merasakan manfaat dari program penghapusan utang, dengan total nilai mencapai Rp486,10 miliar. Inisiatif ini menyasar debitur lama yang memiliki catatan kredit macet selama lebih dari lima tahun.
Meskipun demikian, realisasi program ini masih jauh dari target awal yang membidik lebih dari satu juta debitur. Menteri Koperasi dan UKM mengungkapkan bahwa kendala regulasi menjadi penghalang utama. Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) mengharuskan proses restrukturisasi dan upaya penagihan maksimal sebelum penghapusan piutang dapat dilakukan. Akibatnya, hanya 67.668 debitur yang memenuhi syarat untuk diproses saat ini.
Selain itu, realisasi penghapusan utang juga terkendala oleh proses internal di perbankan milik negara (Himbara). Bank-bank Himbara perlu mengalokasikan anggaran penghapusan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diperlukan, terutama mengingat proses seleksi jajaran direksi bank Himbara masih berlangsung.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 yang menjadi landasan hukum program ini akan berakhir pada 5 Mei 2025. Pemerintah menyadari bahwa target menghapus utang satu juta debitur sulit tercapai dengan waktu yang tersisa.
Sebagai solusi, pemerintah menyiapkan skema baru melalui revisi Undang-Undang BUMN Nomor 1 Tahun 2025. Beleid ini memungkinkan BUMN untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih dengan persetujuan menteri. Diharapkan, dengan UU BUMN ini, penyelesaian masalah satu juta nasabah macet dapat dilakukan dengan menerbitkan peraturan menteri BUMN yang disetujui oleh badan yang disebut Danantara. Kementerian BUMN perlu segera mengeluarkan peraturan menteri sebagai dasar hukum lanjutan penghapusan utang UMKM setelah PP 47/2024 berakhir.