Sebanyak 39 siswa bermasalah dari berbagai sekolah di Purwakarta, Jawa Barat, menjalani pembinaan intensif di lingkungan militer, tepatnya di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9 TNI AD. Para siswa diantar langsung oleh orang tua mereka menggunakan kendaraan TNI, menandakan keseriusan upaya perbaikan karakter ini.
Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, menjelaskan bahwa program ini bertujuan untuk mengatasi kenakalan remaja yang semakin meresahkan. Meskipun awalnya direncanakan 40 siswa, satu orang mangkir dan masih dalam pencarian pihak keluarga.
"Mereka tetap belajar, namun kelasnya dipindahkan sementara. Di sini, disiplin dan mental mereka akan dibentuk, serta diberi motivasi. Harapannya, setelah ini mereka mengalami perubahan positif," ujar Zein.
Para siswa yang mengikuti program ini terlibat dalam berbagai tindakan indisipliner, seperti membolos, perkelahian antar pelajar, hingga penyalahgunaan narkoba. Pemerintah daerah merasa perlu mengambil tindakan cepat tanpa menunggu dasar hukum yang lebih rinci, mengingat kondisi yang sudah sangat mengkhawatirkan.
Kolonel Arm Roni Junaidi, Danmen Armed 1 Kostrad, mengungkapkan bahwa program pembinaan diawali dengan pemeriksaan kesehatan dan psikologis. Kurikulum khusus telah disiapkan, meliputi pendidikan karakter, bela negara, aspek psikologi, dan spiritualitas. Rutinitas harian yang ketat, mulai dari salat subuh hingga konseling, akan dijalani para siswa.
Tujuan utama dari pendidikan ini adalah menciptakan lingkungan positif yang kondusif bagi pembentukan mental dan spiritual peserta. Materi pembinaan dirancang bersama oleh TNI, Polri, pemerintah daerah, serta berbagai instansi terkait, termasuk dinas sosial dan psikolog anak. Program ini diharapkan mampu mencetak generasi muda yang lebih disiplin, berakhlak mulia, dan memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi. Mereka akan menjalani pendidikan berkarakter ini selama dua pekan atau 14 hari.
Salah seorang orang tua siswa, ES, mengaku lega anaknya dapat dibina oleh TNI. Ia merasa kesulitan mendidik anaknya di rumah. "Saya senang, anak saya bisa dididik. Dulu susah salat, sekolah susah, banyak kenakalan. Mudah-mudahan setelah dari sini ada hikmahnya, jadi lebih baik. Di rumah susah, pusing, susah didengar. Mudah-mudahan selesai dari sini lebih baik," katanya.