Dampak Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental: Antara Kebutuhan dan Ancaman

Era digital telah mentransformasi cara manusia berkomunikasi dan berinteraksi. Media sosial, sebagai wadah komunikasi modern, mengalami lonjakan pengguna yang signifikan, terutama pasca pandemi COVID-19. Laporan menunjukkan bahwa miliaran orang di seluruh dunia aktif menggunakan platform-platform seperti TikTok, Instagram, WhatsApp, YouTube, Facebook, dan Twitter/X, menghabiskan rata-rata waktu berjam-jam setiap hari. Indonesia sendiri termasuk dalam daftar negara dengan pengguna media sosial terbesar.

Ketergantungan pada teknologi menjadi tak terhindarkan. Gawai menemani hampir setiap aktivitas sehari-hari, menawarkan kemudahan akses informasi, hiburan, dan konektivitas tanpa batas. Kita dapat menjelajahi dunia virtual, mengekspresikan diri, dan terhubung dengan orang-orang di berbagai belahan dunia.

Namun, kemudahan ini menyimpan sisi gelap. Media sosial bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membuka pintu informasi dan ekspresi. Di sisi lain, berpotensi menimbulkan kecanduan, penyebaran berita palsu (hoaks), pelanggaran privasi, dan bahkan gangguan kesehatan mental.

Data menunjukkan adanya peningkatan kasus gangguan kesehatan mental, terutama pada anak-anak dan remaja, yang sebagian disebabkan oleh penggunaan gawai berlebihan. Gangguan ini mencakup masalah perkembangan kognitif, emosional, sosial, depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku. Generasi milenial dan Z rentan mengalami masalah penerimaan diri, kurangnya tenggang rasa, kesulitan menerima realita, dan pengelolaan emosi yang buruk. Indonesia termasuk dalam negara dengan durasi penggunaan ponsel tertinggi per hari, mengindikasikan adanya pergeseran interaksi sosial dari dunia nyata ke dunia maya yang berdampak pada kesehatan mental.

Kesehatan mental adalah keadaan kesejahteraan yang memungkinkan individu menyadari potensi diri, mengatasi stres, bekerja produktif, dan berkontribusi pada komunitas. Penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat mengganggu keseimbangan psikologis dan sosial.

Teori perilaku terlantar (neglect behavior) menjelaskan bagaimana media sosial dapat mempengaruhi kesehatan mental secara negatif. Manusia memiliki keterbatasan dalam pengendalian diri. Saat menghadapi tekanan, mereka cenderung mencari pelarian instan yang memberikan kepuasan sesaat, meskipun bertentangan dengan tujuan jangka panjang. Pengendalian diri adalah sumber daya terbatas dan dapat terkuras. Ketika cadangan ini melemah, individu lebih rentan terhadap tindakan impulsif yang justru memperburuk tekanan psikologis.

Penting untuk melakukan refleksi diri dan menata ulang tujuan hidup. Keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata perlu dijaga. Kesadaran akan batasan diri dan kemampuan untuk mengelola emosi adalah kunci untuk memanfaatkan teknologi secara bijak dan menjaga kesehatan mental. Segala sesuatu yang terjadi pada diri kita adalah akibat dari kelalaian kita sendiri. Kita perlu menyadari dan berfikir logis dalam mengembalikan fitrah kita sebagai manusia luhur dan bijaksana.

Scroll to Top