Terobosan Baru: Mengapa Gejala Penyakit Lyme Bertahan Meski Setelah Pengobatan?

Penelitian terbaru dari Northwestern University memberikan titik terang mengenai misteri di balik gejala persisten yang dialami sebagian pasien penyakit Lyme, bahkan setelah tuntas menjalani terapi antibiotik. Temuan ini mengungkap bahwa fragmen bakteri Borrelia burgdorferi, penyebab utama penyakit Lyme, ternyata dapat menetap dalam tubuh dan memicu respons imun berkelanjutan.

Komponen bakteri yang bertahan ini didominasi oleh peptidoglikan, bagian esensial dari dinding sel bakteri. Fragmen ini terdeteksi di berbagai organ, termasuk hati, dan diduga kuat menjadi dalang di balik gejala seperti kelelahan kronis, nyeri sendi, serta gangguan kognitif yang sering dikaitkan dengan Sindrom Pasca-Pengobatan Lyme (PTLD).

Para peneliti menemukan bahwa sekitar 14% pasien Lyme yang telah menyelesaikan pengobatan antibiotik masih harus bergulat dengan gejala PTLD, termasuk kelelahan ekstrem, nyeri sendi yang tak kunjung hilang, dan kabut otak yang sangat mengganggu kualitas hidup.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa fragmen peptidoglikan ini dapat bertahan dalam tubuh selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah infeksi awal, bahkan ketika bakteri hidup sudah tidak lagi terdeteksi. Menariknya, respons terhadap peptidoglikan ini bervariasi antar individu. Beberapa orang mungkin memiliki sistem imun yang sangat reaktif, sehingga memperparah gejala, sementara yang lain mungkin lebih toleran. Struktur kimia unik peptidoglikan Borrelia diduga menjadi alasan mengapa fragmen ini sulit dihancurkan dan dapat bertahan lama di tubuh manusia.

Temuan ini membuka jalan bagi strategi pengobatan penyakit Lyme kronis yang lebih efektif. Alih-alih hanya mengandalkan antibiotik, pendekatan masa depan mungkin akan fokus pada penetralan molekul inflamasi seperti peptidoglikan. Salah satu opsi yang sedang dieksplorasi adalah penggunaan antibodi monoklonal untuk membantu sistem kekebalan menghancurkan sisa-sisa bakteri tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat membawa perubahan signifikan dalam diagnosis dan terapi PTLD, yang selama ini masih menjadi tantangan besar di dunia medis.

Scroll to Top