Seorang warga Kota Bekasi bernama Meri mengaku telah menukarkan data retina matanya dengan sejumlah uang melalui WorldID, sebuah perusahaan yang berlokasi di Jalan Raya Narogong, Rawalumbu, sekitar bulan April 2025.
Meri mendapatkan informasi mengenai praktik jual beli data biometrik retina mata ini dari putranya. Mereka berdua kemudian mendaftar melalui aplikasi World App, sebuah proses yang diklaim sangat mudah tanpa memerlukan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Tidak ada permintaan KTP, hanya nama, tanggal lahir, dan data lainnya," ungkap Meri saat ditemui di depan ruko WorldID di Narogong.
Setelah mendaftar, Meri menerima pesan untuk mengunjungi ruko WorldID guna melakukan verifikasi biometrik retina mata. Awalnya, ia merasa heran mengapa hanya dengan memindai retina mata bisa menghasilkan uang.
Rasa penasaran mendorong Meri untuk menanyakan asal-usul uang tersebut kepada seorang pekerja WorldID sebelum proses pemindaian dilakukan.
"Saya bertanya, sebenarnya uang dari mana? Dijawab, ‘Ini Bu, uang dari Rusia, Rusia ingin berbagi kepada masyarakat’," jelas Meri.
Mendengar penjelasan tersebut, Meri tanpa curiga mengikuti arahan pekerja WorldID. Ia kemudian bergabung dengan sembilan orang lainnya untuk secara bergantian memindai retina mata mereka menggunakan perangkat kamera berbentuk bola yang disebut Orb.
Setelah proses pemindaian selesai, Meri langsung menerima koin yang dapat dicairkan menjadi uang tunai. "Besoknya saya dapat uang Rp 265.000, anak saya juga dapat," katanya.
Keberhasilan Meri dan putranya mencairkan koin hasil pemindaian retina mata memicu minat suami dan sejumlah tetangganya untuk ikut serta.
Namun, nasib baik tidak berpihak pada mereka. Setelah memindai retina mata, tetangga dan suami Meri justru tidak kunjung menerima koin yang dijanjikan. Hal ini membuat mereka mendatangi gerai WorldID untuk menagih hak mereka.
"Ada tetangga yang tidak dapat. Katanya kemarin disuruh datang, tapi kok tidak keluar uang," imbuh Meri.
Kasus ini mendapat perhatian dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkominfo) yang kemudian membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik Worldcoin dan WorldID. Hal ini dilakukan menyusul laporan masyarakat terkait aktivitas mencurigakan layanan digital tersebut.
"Pembekuan ini adalah langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkominfo, Alexander Sabar.
Kemkominfo akan memanggil perwakilan dari PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik dalam layanan Worldcoin dan WorldID.
Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik dan tidak memiliki tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) sebagaimana diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
"Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara," ujar Alexander.