Kabar baik bagi para investor emas! Setelah mengalami penurunan selama beberapa hari berturut-turut, harga emas dunia akhirnya menunjukkan taringnya. Pendorong utama kenaikan ini adalah melemahnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya minat investor untuk mencari aset yang aman (safe haven) di tengah kekhawatiran perang dagang global yang kembali mencuat.
Pada perdagangan Senin (5 Mei 2025), harga emas melonjak signifikan sebesar 2,89%, mencapai US$3.333,59 per troy ons. Kenaikan tajam ini berhasil menghentikan tren penurunan yang telah berlangsung selama empat hari sebelumnya.
Meskipun demikian, pada perdagangan Selasa (6 Mei 2025) pagi, harga emas sedikit terkoreksi. Pada pukul 06.17 WIB, harga emas di pasar spot turun tipis 0,10% ke posisi US$3.330,29 per troy ons.
Kenaikan harga emas didorong oleh dua faktor utama. Pertama, indeks dolar AS mengalami penurunan 0,50% menjadi 99,52 terhadap mata uang lainnya. Melemahnya dolar AS membuat emas menjadi lebih menarik bagi investor yang memegang mata uang lain.
Kedua, pengumuman tarif baru oleh Presiden AS Donald Trump memicu kekhawatiran baru tentang perang dagang global. Trump mengumumkan tarif 100% untuk film yang diproduksi di luar AS, meskipun detail pelaksanaannya belum jelas.
Analis menilai, pelemahan dolar AS menjadi sentimen positif bagi emas. Ekspektasi bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan segera menurunkan suku bunga juga turut mendorong kenaikan harga emas. Data PDB AS yang di bawah ekspektasi dan fluktuasi harga minyak mentah semakin memperkuat keyakinan pasar terhadap potensi penurunan suku bunga.
Meskipun The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan hari Rabu, pasar akan fokus pada proyeksi ekonomi dan sinyal-sinyal mengenai potensi pemangkasan suku bunga di masa depan. Pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell akan menjadi sorotan utama.
Emas sering kali dianggap sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian global dan inflasi. Aset ini cenderung berkinerja baik dalam lingkungan suku bunga rendah, karena emas tidak memberikan imbal hasil (yield).
Di sisi lain, pemerintah AS mengklaim sedang bernegosiasi dengan banyak negara, termasuk Tiongkok, untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang adil.
Salah satu lembaga keuangan terkemuka memprediksi bahwa emas akan terus mengungguli perak. Hal ini didukung oleh perlambatan produksi solar Tiongkok, tingginya risiko resesi di AS, dan pembelian emas yang terus dilakukan oleh bank sentral.