Upaya mantan Presiden AS, Donald Trump, untuk memindahkan produksi iPhone ke Amerika Serikat dinilai banyak pihak sebagai sebuah tantangan yang sangat berat, bahkan hampir mustahil. Kompleksitas rantai pasok global Apple dan superioritas manufaktur di Asia menjadi penghalang utama.
Ambisi Trump adalah menghidupkan kembali sektor manufaktur dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja baru di AS. Namun, realitasnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Contohnya, Motorola pernah mencoba hal serupa dengan membuka pabrik di Texas pada 2013, namun terpaksa menutupnya setahun kemudian akibat biaya operasional yang tinggi dan penjualan yang tidak sesuai harapan.
Para ahli rantai pasok berpendapat, kendala utama bukan hanya ketersediaan tenaga kerja yang melimpah di China, tetapi juga jaringan pemasok global yang telah dibangun Apple selama bertahun-tahun. Produksi iPhone melibatkan ribuan komponen yang diproduksi di berbagai negara di Asia, kemudian dirakit di pusat-pusat manufaktur seperti China dan India.
"Dulu memang karena biaya tenaga kerja yang rendah, tapi sekarang China unggul dalam hal kecepatan, fleksibilitas, dan kualitas," ungkap seorang profesor dari Santa Clara University.
Jika iPhone benar-benar dirakit di AS, beberapa analis memprediksi harga jualnya bisa meroket hingga US$3.500 (sekitar Rp56 juta). Saat ini, berkat efisiensi produksi global, Apple berhasil mengantongi margin keuntungan sekitar 36 persen untuk setiap iPhone 16 Pro (256GB). Biaya perakitan dan pengujian iPhone hanya sekitar US$10, baterai US$4, dan layar sentuh US$38.
Apple sendiri saat ini mulai mengalihkan sebagian produksinya ke India, bukan ke Amerika. Foxconn, mitra perakitan Apple asal Taiwan, kini memperluas operasinya di Asia, mengikuti kebutuhan Apple, mulai dari China ke India dan Asia Tenggara. Hal ini dimungkinkan berkat insentif seperti subsidi dan potongan pajak.
Kedekatan geografis antara pemasok dan produsen sangat penting bagi produktivitas Apple. Dengan lebih dari 230 juta unit iPhone yang dikapalkan setiap tahun, setara dengan 438 unit per menit, Apple sangat bergantung pada kedekatan antar pemasok untuk menjaga kelancaran produksi. Memindahkan semua ini ke Amerika hanya akan menimbulkan inefisiensi.
"Banyak keuntungan dari penempatan bersama aktivitas dalam rantai pasokan, dalam hal kecepatan dan kualitas komunikasi serta inovasi dalam desain produk dan proses," kata seorang profesor di Santa Clara’s Leavey School of Business. "Ini berarti Anda bisa mendapatkan pengiriman dengan sangat cepat, dan Anda bisa berkomunikasi dengan pemasok dengan sangat mudah. Dan ketika Anda menempatkan lautan di antara pelanggan, dalam hal ini Apple, dan pemasok komponen, maka akan ada kerugian."
Ekosistem elektronik yang kompleks ini menjadi alasan utama mengapa memindahkan perakitan ke AS akan menimbulkan ketidakefisienan. "Jika semuanya tidak dibuat dekat, maka akan menjadi rumit," kata seorang analis di Bank of America.