Program Sekolah Militer Jawa Barat Tuai Kontroversi

Gagasan "sekolah militer" yang diprakarsai oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mulai diterapkan di sejumlah wilayah. Program ini bertujuan untuk membina siswa yang terlibat dalam kenakalan remaja melalui pendidikan semi-militer.

Di Purwakarta, puluhan siswa yang bermasalah, mulai dari bolos sekolah hingga terlibat penyalahgunaan narkoba, dikirim ke Resimen Artileri Medan dan Rindam III/Siliwangi Bandung untuk mendapatkan pelatihan khusus. Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, menekankan bahwa para siswa tetap akan mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berfokus pada pembentukan karakter.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalokasikan anggaran sebesar Rp6 miliar dari APBD untuk mendukung program ini, dengan target 900 siswa. Sekretaris Daerah Provinsi Jabar, Herman Suryatman, menyebutkan bahwa 210 siswa dari berbagai daerah seperti Purwakarta, Depok, Bogor, hingga Sukabumi telah mengikuti pembinaan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi.

Namun, inisiatif ini tidak lepas dari kritik. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mempertanyakan kewenangan TNI dalam memberikan pendidikan kewarganegaraan. Sementara itu, Anggota Komisi X DPR, Bonnie Triyana, berpendapat bahwa tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan pendekatan militeristik. Ia menekankan pentingnya penanganan holistik yang mempertimbangkan kondisi lingkungan dan keluarga siswa.

Meskipun demikian, program ini tetap berjalan, dengan Kabupaten Sumedang yang juga akan mengirimkan 40 siswa ke Makodim 0610 Sumedang. Pembukaan program tersebut direncanakan akan dihadiri langsung oleh Gubernur Jawa Barat. Kontroversi seputar program sekolah militer ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan mengenai cara terbaik untuk mengatasi masalah kenakalan remaja dan membangun karakter siswa.

Scroll to Top