Dalam persidangan kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Alfis Setiawan, menyoroti peran Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad). Hakim mempertanyakan mengapa Inkopad mengajukan diri untuk operasi pasar pengendalian gula ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) jika kondisi keuangannya tidak memadai.
Hakim Alfis mencecar Letkol CHK Sipayung, Kabag Kumpam Inkopad, mengenai alasan kerjasama dengan 10 distributor swasta, padahal Inkopad memiliki jaringan koperasi yang luas di seluruh Indonesia. Hakim heran mengapa Inkopad tidak memaksimalkan jaringan yang ada untuk mendistribusikan gula langsung ke masyarakat.
Sipayung berdalih bahwa koperasi tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli gula dalam jumlah besar. Jawaban ini langsung dibantah oleh Hakim Alfis. Menurutnya, jika Inkopad sadar akan keterbatasan dana, seharusnya tidak mengajukan permohonan untuk operasi pasar kepada Kemendag.
Hakim Alfis menekankan bahwa Inkopad mendapatkan tugas pengendalian harga gula karena mengajukan permohonan operasi pasar. Namun, karena anggaran yang tidak mencukupi, proses distribusi gula menjadi terhambat.
Sipayung menjelaskan bahwa kerjasama dengan distributor dilakukan atas perintah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Namun, Hakim Alfis tetap berpendapat bahwa idealnya, Inkopad tidak perlu mengajukan diri jika memang tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup.
Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan terancam hukuman berat. Jaksa mendakwa Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, dan bukan perusahaan BUMN. Tindakan tersebut dinilai melanggar hukum dan merugikan negara sebesar Rp 578 miliar.