Kontroversi Program ‘Barak Militer’ Gubernur Jawa Barat: Solusi Disiplin atau Pelanggaran HAM?

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai sorotan tajam atas keputusannya mengirimkan siswa bermasalah ke pelatihan ala militer. Program ini, yang bertujuan mendisiplinkan pelajar "nakal", justru memicu perdebatan sengit mengenai batasan kewenangan dan dampaknya terhadap hak asasi manusia (HAM).

Tidak berhenti pada siswa, Dedi bahkan berencana memperluas program ini untuk menyasar orang dewasa yang dianggap bermasalah, seperti mereka yang terlibat dalam tindakan mabuk-mabukan atau aktivitas geng jalanan. Mereka akan dikirim ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan kedisiplinan.

Keputusan ini sontak menuai kritik keras dari berbagai pihak. Koordinator Peneliti Imparsial, Annisa Yudha, menilai pendekatan militeristik ini sebagai bentuk nyata militerisasi di ranah sipil dan pelanggaran terhadap prinsip HAM. Menurutnya, tindakan ini mengaburkan batas antara urusan sipil dan militer, serta mengindikasikan inferioritas sipil terhadap militer.

Annisa juga menyoroti potensi penyimpangan TNI dari tugas pokoknya sebagai alat pertahanan negara. Alih-alih fokus pada pertahanan, TNI justru terlibat dalam urusan sipil yang tidak relevan. Pengiriman siswa bermasalah ke pelatihan militer juga dianggap melanggar hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang demokratis, berkeadilan, dan non-diskriminatif.

Lebih lanjut, Annisa mengingatkan bahwa anak-anak adalah kelompok rentan. Kebijakan ini berpotensi memperkuat budaya kekerasan di dunia pendidikan, karena murid dikirimkan ke lembaga yang memiliki rekam jejak kekerasan. Ia menyimpulkan bahwa langkah ini tidak akan menyelesaikan akar permasalahan kenakalan anak, melainkan justru keliru dan berbahaya.

Scroll to Top