Nama Hercules Rosario Marshal kembali ramai diperbincangkan, kali ini terkait dengan pernyataannya yang memicu reaksi keras dari sejumlah tokoh purnawirawan TNI. Namun, di balik kontroversi yang menyelimutinya, Hercules tetaplah sosok legendaris di dunia premanisme Jakarta, dikenal sebagai "raja preman Tanah Abang."
Perjalanan hidupnya penuh liku, dari seorang gelandangan hingga menjadi tokoh berpengaruh di ibu kota. Sempat menjadi tenaga bantuan militer di Timor Timur, hidupnya berubah drastis setelah kehilangan satu tangannya. Alih-alih menyerah, Hercules memilih bertahan hidup di jalanan Tanah Abang, tidur dengan golok sebagai perlindungan diri. Keberaniannya membuatnya selamat dari berbagai upaya pembunuhan.
Namun, Hercules bukanlah satu-satunya sosok preman legendaris di Indonesia. John Refra alias John Kei, pria berdarah Maluku, juga dikenal dengan julukan "The Godfather" karena reputasinya yang menakutkan di dunia kriminal.
Lahir dari keluarga petani miskin, John Kei tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan. Sejak kecil, ia sudah terbiasa berkelahi. Pendidikan formalnya terhenti, namun ia berhasil mendapatkan ijazah persamaan SMA saat merantau.
Dengan tekad untuk mengubah nasib, John Kei meninggalkan kampung halamannya dan nekat menyusup kapal menuju Surabaya tanpa tiket. Setelah hidup susah di Surabaya, ia kemudian menuju Jakarta.
Titik balik kehidupannya terjadi pada tahun 1992, saat ia bekerja sebagai satpam di tempat hiburan malam. Perkelahian berdarah membawanya ke dunia kekerasan. Ia mengaku membunuh seseorang dalam perkelahian tersebut, bahkan mengejar dan melukai beberapa orang lainnya.
"Saya merasa jago kalau bunuh orang," ungkap John Kei.
Setelah menjadi buronan, John Kei menyerahkan diri ke polisi. Selama di penjara, ia beberapa kali terlibat bentrokan. Namun, waktu mengubah segalanya. Kini, John Kei aktif mengikuti kegiatan keagamaan di penjara dan sering diundang untuk berbagi kisah hidupnya.
Sama halnya dengan Hercules, yang juga mengalami transformasi spiritual. Ia menjadi mualaf, rajin mengikuti kajian, dan memberikan santunan kepada anak yatim. Meskipun demikian, namanya kembali menjadi sorotan publik terkait dengan penolakan terhadap organisasi masyarakat (ormas) yang dipimpinnya di Bali.