Film Animasi Jumbo: Sukses Besar dengan Catatan untuk Tontonan Anak

Film animasi lokal, Jumbo (2025), telah mencuri perhatian jutaan penonton sejak penayangan perdananya pada 31 Maret 2025. Dengan cepat meraih 4 juta penonton dalam 17 hari pertama, Jumbo menjadi film animasi terlaris di Asia Tenggara. Pada 22 Mei 2025, film ini nyaris memecahkan rekor film terlaris Indonesia dengan total 9,8 juta penonton.

Apresiasi membanjiri media sosial dengan tagar seperti #FilmJUMBO dan pujian di berbagai platform. Banyak yang melihat Jumbo sebagai harapan baru bagi kebangkitan animasi Indonesia.

Namun, di balik kesuksesan komersialnya, muncul pertanyaan tentang kesesuaian konten Jumbo untuk penonton anak-anak. Penting untuk mempertimbangkan relevansi cerita, narasi, dan kesesuaian isi dengan segmen penonton anak.

Cerita Jumbo dimulai dengan seorang anak bernama Don yang sering dianggap sebagai penyebab kekalahan timnya saat bermain. Don, yang gemar membaca dan berasal dari keluarga berada, dirisak oleh teman-temannya yang kurang mampu dan terancam penggusuran. Ia ingin membuktikan diri dengan mengikuti pertunjukan bakat.

Alur cerita berkembang dengan konflik pertemanan dan persaingan, serta masalah sosial seperti penggusuran lahan. Muncul pula sosok hantu cilik bernama Meri yang mencari pertolongan karena konflik penggusuran makam.

Kompleksitas cerita dan nuansa horor menimbulkan pertanyaan: apakah alur cerita berlapis-lapis ini cukup ramah untuk anak-anak, terutama usia sekolah dasar?

Beberapa adegan yang intens secara visual dan audio dapat mengejutkan anak-anak. Penting untuk mempertimbangkan kadar adegan menakutkan agar tidak membuat anak-anak tercekam. Tontonan anak lebih cocok dengan kisah sederhana, relasi yang mudah dipahami, dan pelajaran moral.

Meskipun Jumbo diklasifikasikan sebagai film untuk semua umur (SU), beberapa pihak berpendapat bahwa kategori Bimbingan Orang Tua lebih tepat. Cerita yang kompleks memunculkan banyak pertanyaan bagi anak-anak, seperti tentang alat penangkap hantu, komunikasi dengan orang tua yang sudah meninggal, dan isu penggusuran. Pertanyaan-pertanyaan ini membuka ruang diskusi yang baik, asalkan ada pendampingan orang dewasa.

Kehadiran Jumbo memang tepat waktu, mengingat kurangnya tontonan anak di Indonesia. Kesuksesan finansial Jumbo menjanjikan keuntungan besar bagi investor. Namun, kualitas konten tidak boleh tergeser oleh kesuksesan finansial. Kebanggaan terhadap produk dalam negeri harus diimbangi dengan tanggung jawab naratif.

Kritik terhadap Jumbo bertujuan untuk memperluas perspektif. Jumlah penonton memang penting, tetapi bukan segalanya. Diskursus ini diharapkan mendorong kemunculan film animasi dengan cerita yang lebih relevan dan ramah anak.

Scroll to Top