Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta memastikan keberadaan nyamuk ber-Wolbachia masih ampuh dalam membantu menurunkan penyebaran demam berdarah dengue (DBD) di wilayahnya. Hasil survei menunjukkan, populasi nyamuk yang membawa bakteri Wolbachia ini masih bertahan di angka tinggi, sekitar 86-87% hingga akhir tahun 2024.
Nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi bakteri Wolbachia memiliki kemampuan untuk menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuhnya. Dengan demikian, potensi penularan DBD ke manusia dapat diminimalkan.
Meskipun demikian, Dinkes Kota Yogyakarta menekankan bahwa upaya utama dalam pengendalian DBD tetaplah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan secara gotong royong bersama masyarakat. PSN dianggap sebagai cara paling efektif dan efisien, sementara intervensi lain seperti nyamuk ber-Wolbachia, penggunaan larvasida, dan pengasapan (fogging) hanya bersifat pendukung.
Melalui puskesmas, Dinkes terus memberikan edukasi kepada masyarakat agar konsisten menjalankan PSN, terutama menjelang masa pancaroba yang masih menyimpan kelembapan tinggi dan berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk.
Untuk mempercepat deteksi dini DBD, Dinkes Kota Yogyakarta menyediakan alat tes spesifik (NS1) DBD secara gratis di seluruh puskesmas. Tes ini membantu mendeteksi infeksi DBD pada pasien yang mengalami gejala demam.
Data Dinkes menunjukkan penurunan kasus DBD di Kota Yogyakarta. Tercatat 127 kasus dengan rincian 57 kasus pada Januari 2025, 48 kasus pada Februari, dan 22 kasus pada Maret. Hingga pertengahan April, belum ada laporan kasus baru.
Kelurahan Kricak mencatat jumlah kasus tertinggi yaitu sembilan kasus, diikuti Wirobrajan dan Gedongkiwo masing-masing tujuh kasus, serta Kelurahan Suryatmajan dan Tegalrejo masing-masing lima kasus. Sebaran kasus terjadi hampir merata di seluruh wilayah, dengan rata-rata tiga kasus per kelurahan.
Pemerintah Kota Yogyakarta mencatat rekor jumlah kasus DBD terendah sepanjang sejarah pada tahun 2023, yaitu hanya 67 kasus, setelah penerapan teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang telah dimulai sejak tahun 2016. Efektivitas teknologi ini telah diteliti sejak tahun 2011 oleh World Mosquito Program (WMP) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.