Upaya mencapai perdamaian antara Rusia dan Ukraina kembali bergulir. Moskow mengumumkan niatnya untuk melanjutkan perundingan di Istanbul pada pekan depan, dengan harapan dapat mencapai penyelesaian damai atas konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun.
Namun, Ukraina menyatakan sikap hati-hati. Mereka menegaskan perlunya meninjau terlebih dahulu rencana yang diajukan Rusia, agar pertemuan tersebut tidak berakhir sia-sia. Pertemuan sebelumnya di Istanbul pada 16 Mei lalu, yang menjadi perundingan tatap muka pertama dalam lebih dari tiga tahun, belum membuahkan hasil konkret.
Presiden AS Donald Trump, yang aktif mendorong terciptanya kesepakatan damai, mulai menunjukkan rasa frustrasinya terhadap sikap Moskow. Ia bahkan memberikan tenggat waktu "sekitar dua minggu" untuk menilai keseriusan Vladimir Putin dalam mengakhiri pertempuran.
Ukraina mengklaim telah menyerahkan proposal perdamaiannya kepada Rusia dan kini menuntut timbal balik yang sama. Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, melalui akun X (Twitter), menyatakan bahwa pihaknya siap untuk pertemuan lanjutan, namun menekankan pentingnya substansi dalam diplomasi. Ia berharap Rusia dapat menyerahkan dokumen proposal mereka setidaknya empat hari sebelum pertemuan, agar dapat dipelajari dengan seksama.
Rusia mengklaim akan menyampaikan "memorandum" yang berisi persyaratan perdamaian pada perundingan yang dijadwalkan pada Senin, 2 Juni mendatang. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyatakan bahwa ia telah memberi tahu Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengenai proposal tersebut. Delegasi Rusia akan dipimpin oleh Vladimir Medinsky, seorang ilmuwan politik yang juga memimpin tim negosiasi pada putaran pertama di Istanbul.
Di tengah upaya diplomasi, kedua belah pihak terus melancarkan serangan udara secara intensif. Ukraina baru-baru ini melancarkan salah satu serangan pesawat nirawak terbesar ke wilayah Rusia, sementara Moskow menggempur Ukraina dengan serangan mematikan selama akhir pekan.
Trump mengungkapkan kekecewaannya atas pemboman mematikan yang dilakukan Rusia di tengah proses negosiasi. Namun, ia menolak seruan untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut kepada Moskow, dengan alasan khawatir hal tersebut dapat mengganggu upaya pencapaian kesepakatan damai.
Kremlin juga menolak usulan Presiden Ukraina Zelensky untuk mengadakan pertemuan puncak tiga arah dengan Trump dan Putin. Moskow berpendapat bahwa pertemuan semacam itu hanya dapat terjadi setelah tercapainya "kesepakatan konkret" antara negosiator dari kedua belah pihak.
Sebagai imbalan atas perdamaian, Rusia menuntut Ukraina untuk menghentikan ambisinya bergabung dengan NATO dan menyerahkan wilayah yang telah dikuasainya – usulan yang ditolak mentah-mentah oleh Ukraina.
Perundingan di Istanbul pada awal bulan ini menghasilkan pertukaran tahanan dengan perbandingan 1.000 lawan 1.000. Kedua belah pihak juga sepakat untuk menyusun proposal perdamaian masing-masing.
Zelensky menuduh Rusia sengaja menunda proses perdamaian dan enggan menghentikan serangannya. Ia menyatakan bahwa Rusia akan terus mencari alasan untuk tidak mengakhiri perang. Di medan perang, Zelensky melaporkan bahwa Rusia telah mengumpulkan lebih dari 50.000 tentara di garis depan di sekitar wilayah perbatasan Sumy, sebagai upaya untuk membangun "zona penyangga" di dalam wilayah Ukraina.