Indonesian Audit Watch (IAW) mendesak Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk bertindak cepat dalam mengusut potensi kerugian negara akibat praktik penghapusan kuota internet yang tidak dilaporkan. Sorotan juga tertuju pada indikasi penyimpangan di salah satu anak perusahaan BUMN digital ternama di Indonesia.
Iskandar Sitorus dari IAW mengungkapkan kekhawatiran terkait sistem kuota yang telah berjalan sejak 2009. Menurutnya, kebijakan kuota hangus tanpa pencatatan yang transparan berpotensi merugikan keuangan negara secara signifikan.
Perhitungan IAW menunjukkan bahwa kerugian masyarakat akibat kuota hangus yang tidak tercatat bisa mencapai Rp63 triliun per tahun. Dalam kurun waktu sepuluh tahun, angka ini bisa melampaui Rp600 triliun.
"Tidak ada regulasi yang mewajibkan pencatatan nilai kuota hangus, sehingga membuka celah manipulasi dan kerugian negara," tegas Iskandar.
Kasus pengadaan perangkat oleh anak usaha BUMN yang tengah ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga menjadi perhatian IAW. Hal ini dianggap sebagai sinyal adanya praktik korupsi sistemik yang berulang.
IAW menyoroti belum adanya audit forensik menyeluruh terhadap anak usaha tersebut sejak transformasi digital BUMN dimulai.
"Tanpa tindakan komprehensif, kepercayaan publik terhadap BUMN digital akan terus menurun," imbuhnya.
IAW mendesak Presiden Prabowo untuk menginstruksikan Kementerian BUMN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera melakukan audit dan memperbaiki sistem pelaporan kuota internet hangus di seluruh operator seluler.
Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung diminta untuk mengambil alih dan memperluas penyidikan Kejati DKI terkait aktivitas anak usaha BUMN tersebut sejak tahun 2010.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga diusulkan untuk melakukan audit tematik terhadap sistem bisnis kuota hangus, karena dinilai berpotensi melanggar sejumlah aturan, termasuk Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang BUMN, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Pemerintah juga didesak untuk segera menerbitkan peraturan menteri yang mewajibkan seluruh operator seluler untuk mencatat, melaporkan, dan mempertanggungjawabkan sisa kuota yang telah dibayar oleh masyarakat tetapi belum terpakai.
Iskandar menekankan bahwa hak masyarakat atas sisa kuota yang dibeli harus dilindungi sebagai bentuk kekayaan rakyat yang tidak boleh hilang begitu saja.
"Kami berharap Bapak Presiden Prabowo Subianto, BPK, KPK, dan Kejagung segera mengambil tindakan konkret demi keadilan publik dan penguatan akuntabilitas sektor digital nasional," pungkasnya.