Ledakan Provider Internet di Indonesia: Infrastruktur Terancam Semrawut?

Indonesia mengalami lonjakan signifikan dalam jumlah penyedia layanan internet (ISP). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat lebih dari 1.290 anggota, dan diperkirakan akan menembus angka 2.000 dalam waktu dekat. Bahkan, antrean izin masuk ke APJII mencapai 500 perusahaan.

Namun, pertumbuhan pesat ini menimbulkan kekhawatiran terkait kesiapan infrastruktur. Sebagian besar ISP hanya beroperasi di 18 kota, padahal Indonesia memiliki 550 kota. Ketidakmerataan ini memicu penumpukan infrastruktur di beberapa wilayah dan berpotensi menimbulkan kesemrawutan.

Ketiadaan roadmap yang jelas menjadi penyebab utama masalah ini. Tanpa perencanaan yang matang, pertumbuhan yang cepat justru dapat berujung pada pemborosan investasi. APJII mengusulkan moratorium izin baru untuk menata industri, sehingga pengembangan dan pemerataan infrastruktur dapat dilakukan secara optimal. Penataan regulasi dianggap krusial agar industri berkembang secara terarah dan merata.

Kontras dengan ledakan ISP, jumlah operator seluler justru menyusut drastis. Saat ini, hanya tersisa empat anggota di Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI): Telkom, Telkomsel, Indosat, dan XL Smart hasil merger. Perubahan perilaku konsumen, seperti berkurangnya penggunaan telepon dan SMS, memaksa operator seluler bertransformasi menjadi penyelenggara jasa digital.

Pergeseran ini menyoroti perlunya pembaruan undang-undang telekomunikasi yang sudah usang. Regulasi saat ini hanya membagi pelaku industri menjadi penyelenggara jaringan dan jasa, tanpa mengakomodasi penyelenggara digital. Hal ini dinilai menghambat inovasi dan adaptasi industri telekomunikasi di era digital.

Scroll to Top