Kebijakan Tarif Trump Kembali Berlaku Usai Sempat Dibatalkan Pengadilan

Jakarta – Drama kebijakan tarif yang digagas oleh mantan Presiden Donald Trump kembali berlanjut. Setelah sempat diblokir oleh Pengadilan Perdagangan Internasional, kebijakan tersebut kini diberlakukan kembali oleh pengadilan banding federal.

Keputusan Pengadilan Banding Tingkat Federal di Washington ini membatalkan putusan pengadilan sebelumnya, memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengajukan banding. Pengadilan meminta pihak penggugat untuk memberikan tanggapan selambatnya 5 Juni, sementara pemerintah AS diberi waktu hingga 9 Juni.

Sebelumnya, Pengadilan Perdagangan Internasional berpendapat bahwa Konstitusi AS memberikan wewenang eksklusif kepada Kongres untuk mengatur perdagangan dengan negara lain. Menurut pengadilan, wewenang presiden dalam menjaga perekonomian tidak dapat menggantikan wewenang Kongres tersebut, sehingga Trump dianggap telah melampaui batas kekuasaannya dalam menerapkan bea masuk.

Langkah Selanjutnya?

Walaupun sempat kalah di pengadilan, pihak pemerintahan Trump menegaskan komitmennya untuk tetap menerapkan tarif melalui cara lain. Perlu dicatat bahwa tarif pada mobil, baja, dan aluminium yang diberlakukan dengan alasan keamanan nasional belum dibatalkan.

Pemerintah juga memiliki opsi untuk memperluas pajak impor ke sektor lain seperti semikonduktor dan kayu, serta menggunakan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan tahun 1974, yang sebelumnya digunakan untuk mengenakan tarif terhadap China.

Pasal 338 Undang-Undang Perdagangan tahun 1930 yang jarang digunakan juga memungkinkan presiden untuk mengenakan tarif hingga 50% pada impor dari negara-negara yang dianggap "mendiskriminasi" AS.

Namun, saat ini Gedung Putih tampaknya lebih fokus pada upaya banding. Isu ini diperkirakan akan mencapai Mahkamah Agung. Jika banding tidak berhasil, Badan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) akan mengeluarkan arahan kepada petugasnya.

Para ahli memperkirakan pengadilan yang lebih tinggi cenderung mendukung Trump. Namun, jika seluruh pengadilan menegakkan putusan Pengadilan Perdagangan Internasional, entitas bisnis yang telah membayar tarif akan menerima pengembalian dana beserta bunganya. Ini termasuk tarif timbal balik yang umumnya diturunkan menjadi 10% untuk sebagian besar negara, serta tarif produk China yang telah turun menjadi 30% setelah kesepakatan AS-China.

Saat ini, belum ada perubahan di perbatasan dan tarif masih tetap berlaku.

Reaksi Pasar

Sebagian investor tampaknya lega setelah ketegangan perang dagang yang berlangsung selama berminggu-minggu. Keputusan hakim AS dianggap sebagai pesan bahwa kekuasaan eksekutif memiliki batasan.

Para analis menilai putusan ini dapat mengganggu upaya pemerintahan Trump untuk segera mencapai "kesepakatan" perdagangan. Negara-negara lain diperkirakan akan "menunggu dan melihat" perkembangan selanjutnya.

Siapa Penggugatnya?

Putusan ini didasarkan pada dua kasus terpisah. Pertama, gugatan diajukan oleh lembaga nonpartisan Liberty Justice Center atas nama usaha kecil yang mengimpor barang dari negara-negara yang terkena dampak tarif Trump. Kedua, gugatan diajukan oleh koalisi pemerintah negara bagian AS.

Kedua kasus ini merupakan tantangan hukum besar pertama terhadap kebijakan tarif yang diumumkan pada 2 April 2025. Panel hakim memutuskan bahwa Undang-Undang Kekuasaan Ekonomi Darurat Internasional (EEPA) tahun 1977 tidak memberikan wewenang kepada presiden untuk mengenakan pajak impor besar-besaran. Pengadilan juga memblokir pungutan terpisah yang diberlakukan terhadap China, Meksiko, dan Kanada sebagai respons terhadap arus narkoba dan imigran ilegal ke AS.

Namun, pengadilan tidak menangani tarif yang dikenakan pada barang-barang tertentu seperti mobil, baja, dan aluminium yang berada di bawah undang-undang yang berbeda.

Reaksi Sejauh Ini

Pemerintahan Trump berpendapat bahwa pengadilan perdagangan telah menilai presiden secara tidak tepat dan putusan tersebut dapat menggagalkan perundingan perdagangan yang sedang berlangsung. Trump mengecam putusan tersebut dan berharap Mahkamah Agung akan membatalkannya dengan cepat.

Jaksa Agung New York, Letitia James, menyambut baik putusan pengadilan federal, menyatakan bahwa tidak ada presiden yang memiliki wewenang untuk menaikkan pajak sesuka hati. Menurutnya, tarif ini merupakan kenaikan pajak besar-besaran bagi keluarga pekerja dan bisnis Amerika yang dapat menyebabkan inflasi dan hilangnya lapangan pekerjaan.

Pasar global merespons positif putusan tersebut, dengan pasar saham di Asia naik dan kontrak berjangka saham AS melonjak. Dolar AS menguat terhadap mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss.

Latar Belakang

Pada 2 April, Trump meluncurkan tarif global yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mengenakan pajak impor pada sebagian besar mitra dagang AS, termasuk Uni Eropa, Inggris, Kanada, Meksiko, dan China. Trump berargumen bahwa kebijakan ini akan meningkatkan manufaktur AS dan melindungi lapangan kerja.

Sejak pengumuman tersebut, pasar global mengalami ketidakpastian. Berbagai negara berunding dengan perwakilan Trump untuk menegosiasikan pembalikan dan penangguhan tarif. Perang dagang antara AS dan China juga menambah ketidakpastian, dengan kedua negara saling menaikkan tarif.

AS dan China akhirnya menyetujui ‘gencatan senjata’ melalui kesepakatan bilateral. Bea masuk AS untuk China turun menjadi 30%, sementara tarif China untuk beberapa impor AS berkurang menjadi 10%. Inggris dan AS juga telah mengumumkan kesepakatan mengenai tarif yang lebih rendah.

Di sisi lain, Trump mengancam tarif 50% untuk semua barang dari Uni Eropa, namun kemudian setuju untuk memperpanjang tenggat waktu setelah kepala Komisi Uni Eropa meminta lebih banyak waktu.

Scroll to Top