Pergeseran Tren Cinta: Wanita Sukses Memilih Pasangan "Di Bawahnya"?

Dulu, kisah cinta bak Cinderella selalu menggambarkan wanita menikahi pria dengan status sosial lebih tinggi. Namun, zaman kini berubah. Semakin banyak wanita berprestasi justru menjalin asmara dengan pria yang tingkat pendidikannya lebih rendah atau penghasilannya tak sebesar mereka.

Fenomena ini dikenal sebagai hipogami, kebalikan dari hipergami. Tren ini semakin nyata di negara-negara Barat seiring meningkatnya jumlah wanita yang mengejar pendidikan tinggi dan memiliki kemandirian finansial.

Data menunjukkan bahwa jumlah wanita berpendidikan tinggi kini jauh lebih banyak dibandingkan pria. Bahkan, persentase wanita di Amerika Serikat yang menikah dengan pria dengan tingkat pendidikan lebih rendah mengalami peningkatan signifikan dari tahun 1972 hingga 2022. Tak hanya itu, semakin banyak pula wanita yang menjadi tulang punggung keluarga.

Dahulu, anggapan umum mengharuskan pria lebih sukses dari pasangannya. Namun, kini banyak wanita mencari pasangan yang setara secara emosional, bukan hanya dari segi finansial. Hubungan yang suportif dan saling menghargai menjadi prioritas utama.

Meski demikian, perubahan ini tidak terjadi secara merata di seluruh dunia. Di beberapa negara, norma tradisional masih sangat kuat. Wanita berpendidikan tinggi yang belum menikah bahkan mendapat stigma negatif.

Walaupun hipogami semakin lazim, hubungan semacam ini tidak selalu berjalan mulus. Pria bisa merasa terintimidasi jika pasangannya lebih sukses. Selain itu, sistem sosial pun masih cenderung mempertahankan peran pria sebagai pencari nafkah utama, meski wanita semakin banyak yang mengenyam pendidikan tinggi.

Intinya, pandangan tentang pernikahan kini semakin kompleks. Hubungan tidak lagi semata-mata dibangun atas dasar status, melainkan juga kesetaraan dan dukungan emosional. Cerita cinta kini tak lagi sesederhana dongeng.

Scroll to Top