Ekspor China ke AS Meroket di Tengah Perang Tarif yang Memanas

Ekspor China ke Amerika Serikat (AS) melonjak 4,5% dalam tiga bulan pertama tahun ini, sebuah catatan yang kontras mengingat tensi perdagangan yang semakin tinggi antara kedua negara. Data ini muncul sebelum Presiden AS, Donald Trump, memberlakukan tarif hingga 145% terhadap produk-produk asal China.

Menurut data dari otoritas bea cukai China, AS tetap menjadi tujuan ekspor tunggal terbesar bagi China pada periode Januari hingga Maret, dengan nilai pengiriman mencapai US$ 115,6 miliar (sekitar Rp 1.940 triliun).

Peningkatan ekspor ini terjadi di tengah eskalasi perang dagang yang dipicu oleh penetapan tarif awal sebesar 54% oleh Trump. Hal ini memicu aksi balasan, hingga kini AS menerapkan tarif 145% untuk produk China, dan sebaliknya, Beijing membalas dengan tarif 125% untuk produk AS.

Situasi yang memanas ini mendorong Beijing untuk melancarkan upaya diplomasi guna mengajak negara lain melawan kebijakan tarif Trump. Birokrat di kementerian luar negeri dan perdagangan diperintahkan untuk siaga penuh.

Diplomat China juga aktif menjalin komunikasi dengan negara-negara lain yang terkena dampak tarif Trump, termasuk sekutu lama AS di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Mereka bahkan mengirim surat untuk mencari dukungan dan kerjasama.

Menanggapi situasi ini, juru bicara kedutaan besar China di Washington menegaskan bahwa Beijing tidak menginginkan perang dagang, tetapi siap menghadapinya jika diprovokasi. Mereka memperingatkan bahwa jika AS mengutamakan kepentingan sendiri di atas kepentingan global dan mengorbankan kepentingan negara lain, maka AS akan menghadapi perlawanan yang lebih kuat dari komunitas internasional.

Scroll to Top