JAKARTA – Kebijakan pendidikan yang kerap berganti seiring pergantian pucuk pimpinan di Kementerian Pendidikan menuai kritik dari para orang tua. Mereka merasa anak-anak mereka menjadi "kelinci percobaan" akibat perubahan yang terlalu sering terjadi.
Para orang tua berharap agar setiap kebijakan yang akan diterapkan dikaji secara mendalam dan disosialisasikan secara luas, hingga ke tingkat orang tua.
Anna, seorang ibu yang anaknya duduk di kelas XI SMA, mengungkapkan kekesalannya terhadap pemerintah yang terkesan terburu-buru dalam mengubah kebijakan untuk jenjang SMA. Ia mengaku bingung dengan rencana pemerintah untuk kembali menerapkan penjurusan di SMA.
"Anak jadi korban. Pemerintah yang tidak becus, anak yang menanggung akibatnya," ujar Anna. Ia tidak setuju dengan perubahan kebijakan penjurusan ini karena dianggap terlalu mendadak. Menurutnya, perubahan kebijakan seharusnya dipikirkan secara matang dan sekolah juga butuh persiapan.
"Apalagi anak kelas 11 kan sudah setahun menjalani Kurikulum Merdeka. Nanti bagaimana? Apa tidak rancu?," tambahnya. Ia meminta pemerintah mengutamakan kepentingan anak-anak dalam membuat kebijakan.
Anna menambahkan, banyak orang tua siswa yang mulai mempertanyakan penerapan penjurusan ini, apalagi anak-anak mereka sudah menjalani Kurikulum Merdeka selama setahun.
Syafri (47) berpendapat bahwa kebijakan yang berubah-ubah membuat pendidikan Indonesia stagnan. Ia mencontohkan Kurikulum Merdeka sebelumnya, di mana anak SD sudah melakukan presentasi dan membuat makalah, yang menurutnya setara dengan pelajaran anak SMP.
"Kebijakan yang berubah-ubah ini jadi bikin bingung. Pemerintah ini harus jelas mensosialisasikan kebijakan-kebijakan yang baru," kata Syafri. Ia khawatir tentang metode pengajaran yang akan diterapkan saat penjurusan SMA diberlakukan.
Penjurusan Sempat Dihapus Lalu Dikembalikan
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana untuk kembali memberlakukan penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Penjurusan ini sempat dihapuskan pada era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
Alasan penghapusan saat itu adalah karena penjurusan dinilai mencerminkan ketidakadilan, di mana banyak orang tua memilih memasukkan anaknya ke jurusan IPA agar memiliki lebih banyak pilihan program studi (prodi) di perguruan tinggi.
Alasan Pengembalian Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa
Pemerintah saat ini memiliki alasan tersendiri untuk kembali menghidupkan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan bahwa alasan utamanya adalah untuk menunjang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).
Pada TKA, materi yang diujikan adalah pelajaran yang biasa dipelajari siswa. Oleh karena itu, pengembalian penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa dianggap perlu.
"TKA itu nanti berbasis mata pelajaran. Sehingga itu akan membantu para pihak terutama untuk murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi itu terlihat kemampuannya seperti apa," kata Mu’ti. Ia menjelaskan bahwa dalam TKA, akan ada mata pelajaran wajib bagi siswa, baik IPA, IPS, maupun Bahasa, ditambah mata pelajaran khusus jurusan.