Elon Musk Angkat Kaki dari Pemerintahan Trump: Kebijakan Efisiensi Jadi Sorotan

CEO Tesla, Elon Musk, memutuskan untuk mengakhiri keterlibatannya dalam pemerintahan Presiden Donald Trump. Keputusan ini diyakini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan-kebijakan Trump yang dianggap kontraproduktif.

Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menilai mundurnya Musk berkaitan erat dengan kebijakan efisiensi yang diterapkan Trump. Kebijakan ini berdampak luas pada banyak pegawai di Amerika Serikat, bahkan mereka yang berafiliasi dengan Partai Republik dan pendukung Trump pun merasa kecewa. Trump dinilai tidak ingin mengambil risiko kehilangan dukungan dari basis pemilihnya.

Hikmahanto menyoroti bahwa efisiensi yang dilakukan Trump juga menyasar lembaga-lembaga seperti USAID dan VoA, yang selama ini berperan penting dalam mengukuhkan hegemoni AS di dunia. Dampak dari kebijakan ini dirasakan oleh banyak negara, yang pada akhirnya memunculkan ketidaksukaan terhadap pemerintahan Trump.

Selain itu, kebijakan Trump yang mendorong penggantian tenaga manusia dengan mesin dan perangkat lunak juga menjadi perhatian Musk. Hal ini dinilai bertentangan dengan janji kampanye Trump yang berambisi menciptakan banyak lapangan pekerjaan.

Sikap Trump yang seolah mengabaikan Musk juga menjadi pertimbangan penting. Musk merasa tidak lagi dihargai sebagai mitra diskusi, sehingga memilih untuk mengundurkan diri dari pemerintahan.

Elon Musk sendiri telah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Trump atas kesempatan yang diberikan kepadanya sebagai pegawai pemerintah khusus di Departemen Efisiensi Pemerintah. Masa jabatannya yang berlangsung selama 130 hari itu berakhir sekitar tanggal 30 Mei. Musk mengkritik RUU pengeluaran Partai Republik yang justru meningkatkan defisit anggaran dan merusak upaya efisiensi yang telah dilakukan. Pemerintah AS menegaskan bahwa upaya restrukturisasi dan pengecilan pemerintah federal akan tetap dilanjutkan.

Scroll to Top