Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, menyampaikan tanggapannya terkait penetapan salah seorang hakim anggota dalam kasusnya, Ali Muhtarom, sebagai tersangka kasus suap. Ali Muhtarom merupakan bagian dari majelis hakim yang menangani kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Tom Lembong.
Lembong menyatakan kekecewaannya atas terungkapnya kasus suap yang melibatkan hakim yang seharusnya mengadili perkaranya secara adil. Ia mengungkapkan bahwa sejak awal dirinya telah menyerahkan proses persidangan kepada keadilan Tuhan.
"Ya, sangat disesalkan. Sejak awal saya sudah mengatakan, kita serahkan semua kepada Yang Maha Kuasa. Tetap percaya pada keadilan-Nya, Yang Maha Mengetahui. Saya memilih untuk tetap bersikap positif dan kondusif," ungkapnya sebelum menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (14/4).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sendiri telah mengambil langkah cepat dengan mengganti Ali Muhtarom dari susunan majelis hakim yang menangani perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016. Posisi Ali digantikan oleh Hakim Alfis Setiawan.
"Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom berhalangan tetap dan tidak dapat melanjutkan tugasnya dalam persidangan, maka perlu ditunjuk hakim anggota pengganti untuk mengadili perkara ini," ujar Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam persidangan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait vonis lepas pada perkara korupsi persetujuan ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.
Ketujuh tersangka tersebut antara lain Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan, serta tiga hakim anggota yang memberikan vonis lepas, yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkapkan adanya bukti pemberian suap sebesar Rp60 miliar dari Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara korporasi PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Uang tersebut diterima oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, melalui Wahyu Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Panitera Muda pada PN Jakarta Pusat. Suap ini bertujuan untuk mempengaruhi majelis hakim agar memberikan putusan onslagh (lepas dari segala tuntutan hukum).
Qohar menjelaskan bahwa Arif Nuryanta, dengan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, telah mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng. Akibatnya, meskipun unsur pasal yang didakwakan terpenuhi, majelis hakim berpendapat bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.