Kekalahan telak Inter Milan dari Paris Saint-Germain (PSG) di final Liga Champions 2024-2025 menuai kritikan pedas. Pertandingan yang berlangsung di Allianz Arena, Munich, menjadi mimpi buruk bagi Inter, yang takluk 0-5 dari PSG.
Kekalahan ini tak hanya menjadi yang terburuk dalam sejarah final Liga Champions, tetapi juga mencatat Inter sebagai tim pertama yang kebobolan lima gol di partai puncak sejak format kompetisi berubah.
Seorang pengamat sepak bola ternama menyebut kekalahan Inter sebagai "penghinaan olahraga". Ia menambahkan bahwa Inter datang ke pertandingan penting ini dalam kondisi yang jauh dari prima. PSG memenangkan pertandingan dengan mudah, seolah sedang bermain-main.
Meski musim Inter secara keseluruhan dianggap sukses dengan pencapaian domestik dan langkah hingga final Eropa, kekalahan telak ini akan meninggalkan luka mendalam. Lebih dari sekadar gagal meraih gelar, kekalahan ini meninggalkan puing-puing yang perlu diatasi.
PSG membuka keunggulan melalui Achraf Hakimi di menit ke-12, yang kemudian digandakan oleh Desire Doue. Doue kembali mencetak gol di menit ke-63, sebelum Khvicha Kvaratskhelia dan Senny Mayulu melengkapi kemenangan PSG.
Kemenangan ini menjadi yang pertama bagi PSG di Liga Champions, mengakhiri penantian panjang mereka untuk meraih trofi paling bergengsi di Eropa.
Kritik pedas ini mencerminkan kekecewaan yang dirasakan banyak pihak di Italia. Inter, yang dua kali mencapai final Liga Champions dalam tiga musim terakhir namun selalu gagal, kini menghadapi tantangan besar.
Jika Inter ingin kembali bersaing di level tertinggi, mereka harus segera membangun kembali tim secara mental dan teknis dari kekalahan ini.