Jakarta – Pemerintah Indonesia kembali menetapkan Harga Referensi (HR) minyak kelapa sawit mentah (CPO) untuk periode Juni 2025 sebesar US$ 856,38 per metrik ton. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar US$ 68,08 atau 7,36 persen dibandingkan HR bulan Mei yang mencapai US$ 924,46/MT.
Penetapan HR CPO ini didasarkan pada perhitungan kompleks dengan mempertimbangkan harga di Bursa CPO Indonesia, Bursa Malaysia, dan harga pelabuhan Rotterdam. Adanya selisih harga antar-bursa yang melebihi ambang batas US$ 40, hanya dua harga median yang digunakan: Malaysia dan Indonesia.
Dengan HR tersebut, pemerintah memberlakukan Bea Keluar (BK) sebesar US$ 52/MT dan Pungutan Ekspor (PE) sebesar 10 persen dari HR, atau setara dengan US$ 85,6384/MT. Secara total, Bea Keluar dan Pungutan Ekspor CPO untuk periode Juni 2025 mencapai US$ 138/ton.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menekankan pentingnya mencermati penurunan ini karena berpotensi mempengaruhi penerimaan negara dan daya saing ekspor.
Beberapa faktor global menjadi penyebab penurunan HR CPO. Peningkatan produksi sawit di Malaysia menyebabkan kelebihan pasokan global. Selain itu, India sebagai konsumen utama minyak sawit, mengindikasikan penurunan permintaan akibat stok dalam negeri yang mencukupi dan preferensi terhadap minyak nabati lain. Penguatan nilai tukar dolar AS juga memberikan tekanan pada harga komoditas di pasar internasional.
RBD Palm Olein Tetap Nol
Di tengah penurunan HR CPO, minyak goreng kemasan bermerek (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD Palm Olein) dengan berat ≤ 25 kg tetap tidak dikenakan Bea Keluar. Kebijakan ini bertujuan menjaga stabilitas harga minyak goreng domestik dan mendorong ekspor produk hilir bernilai tambah. Produk hilir diharapkan dapat menjadi penopang devisa di tengah situasi HR yang kurang menguntungkan.