AS Terancam Kehilangan Dominasi Keuangan Akibat Eksodus Investasi Asia dan BRICS

JAKARTA – Amerika Serikat (AS) berada di ambang krisis finansial seiring dengan meningkatnya potensi penarikan investasi dari negara-negara Asia dan aliansi BRICS. Aset-aset keuangan berbasis dolar AS senilai hingga USD7,5 triliun atau setara Rp122.000 triliun, termasuk obligasi dan surat utang negara, terancam hengkang dari AS.

Selama puluhan tahun, negara-negara Asia menerapkan strategi ekonomi yang berorientasi pada ekspor ke AS dan menginvestasikan surplus perdagangan mereka ke dalam aset-aset keuangan AS. Namun, perubahan iklim ekonomi global dan kebijakan proteksionis AS, yang dimulai sejak pemerintahan Donald Trump, memicu perubahan signifikan dalam arus modal ini.

Kebijakan tarif dan perang dagang telah menciptakan ketidakpuasan di kalangan negara-negara berkembang. Ditambah dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan tekanan ekonomi, banyak negara kini cenderung mendiversifikasi cadangan devisa mereka dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Jika tren ini berlanjut tanpa kendali, masa depan ekonomi AS diperkirakan akan menghadapi tantangan serius.

Negara-negara BRICS, terutama China, menjadi pelopor dalam tren ini. Sejak awal tahun 2024, China dilaporkan telah menjual obligasi dan surat utang AS senilai sekitar USD150 miliar. Dana hasil penjualan tersebut sebagian besar dialihkan ke aset lain seperti emas dan mata uang lokal. Transformasi ini mencerminkan pergeseran tatanan dunia pasca-Perang Dunia II, yang didorong oleh kebangkitan ekonomi dan teknologi China yang menantang dominasi AS.

Penurunan Penerbitan Obligasi Dolar AS

Data terbaru menunjukkan bahwa penerbitan obligasi berbasis dolar AS oleh negara-negara asing mengalami penurunan tajam sebesar 19 persen pada tahun 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selama lima bulan pertama tahun 2025, investasi dalam obligasi dan Treasury AS mengalami penurunan senilai USD86,2 miliar. Sebaliknya, investasi dalam aset berbasis mata uang lokal melonjak mencapai rekor tertinggi USD326 miliar, angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.

Fenomena ini menandakan perubahan strategi keuangan global, di mana negara-negara berkembang lebih memilih instrumen keuangan domestik untuk memanfaatkan potensi imbal hasil yang lebih tinggi dan memperkuat kemandirian ekonomi.

Analis menilai bahwa langkah negara-negara BRICS dan Asia ini tidak hanya mengurangi akses pendanaan bagi AS, tetapi juga berpotensi menggoyahkan dominasi dolar AS dalam sistem keuangan internasional. Bahkan, negara-negara Eropa yang selama ini menjadi sekutu utama AS mulai mempertimbangkan alternatif kebijakan fiskal yang berbeda dari Washington.

Perkembangan ini diperkirakan akan memperluas basis investor dan mendorong peningkatan penerbitan mata uang lokal pada tahun 2025.

Scroll to Top