Era Digital dan Erosi Kemanusiaan: Nasib Pekerja Informal dalam Bayang-Bayang Teknologi

Perkembangan pesat teknologi digital, terutama kecerdasan buatan (AI) dengan model client-server berbasis internet, telah mempermudah banyak aspek kehidupan manusia. Namun, di balik kemudahan itu, tersembunyi dampak negatif yang mengancam harkat dan martabat kemanusiaan.

Salah satu contoh nyata adalah perlakuan perusahaan jasa berbasis digital terhadap tenaga kerjanya. Pekerja dieksploitasi tanpa batasan waktu yang jelas, dengan pendapatan yang tidak pasti, tanpa jaminan sosial, dan minim fasilitas kerja. Perusahaan semacam ini seolah hanya mengandalkan perangkat digital dan koneksi internet sebagai modal utama.

Tidak dapat dipungkiri, kehadiran usaha jasa ini membantu pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja dan menyerap jutaan tenaga kerja di seluruh Indonesia. Akan tetapi, pemerintah belum secara optimal memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pekerja di sektor ini. Kondisi ini berpotensi memicu "erosi kemanusiaan."

Lantas, pantaskah jutaan pekerja informal ini mendapatkan jaminan hak-haknya, pengaturan kewajibannya, dan perlindungan hak asasi manusia mereka dalam undang-undang ketenagakerjaan pasca putusan MK 168/2023? Pertanyaan ini menjadi krusial di tengah derasnya arus digitalisasi.

Scroll to Top