Warga Inggris Didakwa Selundupkan Teknologi Militer AS ke China, Sebut Xi Jinping ‘Bos’

Seorang pria berkebangsaan Inggris, John Miller (63), bersama seorang warga negara China, Cui Guanghai (43), menghadapi dakwaan serius di Amerika Serikat (AS) atas keterlibatan mereka dalam penyelundupan teknologi militer sensitif ke Republik Rakyat China (RRC). Miller bahkan menyebut Presiden China, Xi Jinping, sebagai "The Boss" dalam komunikasi yang disadap.

Keduanya didakwa dengan konspirasi penyelundupan, pelanggaran Undang-Undang Pengendalian Ekspor Senjata (Arms Export Control Act), serta konspirasi untuk melakukan penguntitan lintas negara bagian. Saat ini, Miller dan Cui ditahan di Serbia dan menunggu proses ekstradisi ke AS untuk diadili di pengadilan federal.

Dalam operasi penyamaran, Miller, seorang spesialis rekrutmen yang berbasis di Inggris, tertangkap berdiskusi dengan agen FBI yang menyamar sebagai pedagang senjata. Ia menyebut Xi Jinping sebagai "The Boss".

Kementerian Luar Negeri Inggris mengkonfirmasi pemberian bantuan konsuler kepada warganya yang ditahan sejak April 2025 dan tengah berkoordinasi dengan otoritas Serbia serta keluarga Miller.

Menurut berkas pengadilan, Miller dan Cui berupaya secara ilegal memperoleh dan mengekspor berbagai jenis peralatan militer AS, termasuk sistem rudal, radar pertahanan udara, pesawat nirawak (drone), dan perangkat kriptografi. Mereka bahkan membayar uang muka sebesar USD10.000 untuk alat enkripsi dan dekripsi informasi yang merupakan bagian dari sistem komunikasi rahasia militer yang dilindungi ketat oleh regulasi ekspor AS.

Upaya penyelundupan dikemas dengan menyamarkan alat tersebut di antara barang-barang rumah tangga seperti blender dan motor starter.

Selain penyelundupan, Miller dan Cui juga dituduh mencoba mengintimidasi seorang aktivis anti-Pemerintah China di AS, termasuk memasang alat pelacak pada kendaraannya dan merusak ban mobilnya. Motifnya diyakini terkait dengan rencana protes aktivis tersebut terhadap Xi Jinping saat Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Los Angeles pada November 2023.

Namun, dua orang yang direkrut untuk penguntitan tersebut adalah agen atau informan FBI. Informasi yang dikumpulkan digunakan untuk membangun dakwaan.

Dalam insiden lain, Miller dan Cui diduga membayar dua individu (juga informan FBI) sebesar USD36.000 untuk membujuk sang aktivis agar tidak menayangkan karya seni yang menggambarkan Xi Jinping dan istrinya secara daring.

Wakil Jaksa Agung AS, Todd Blanche, mengecam tindakan Miller dan Cui sebagai "serangan terang-terangan terhadap keamanan nasional dan nilai-nilai demokrasi Amerika Serikat." Jaksa Bill Essayli menambahkan bahwa AS akan menindak aktor asing yang terlibat dalam aktivitas kriminal di wilayah yurisdiksi AS.

Jika terbukti bersalah, Miller dapat menghadapi hukuman penjara hingga 20 tahun atas pelanggaran Undang-Undang Pengendalian Ekspor Senjata, dan tambahan 10 tahun atas tuduhan penyelundupan.

Otoritas AS menegaskan bahwa dakwaan ini masih berupa tuduhan awal dan semua terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan. Kasus ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing terkait isu keamanan siber, teknologi militer, dan hak asasi manusia.

Scroll to Top