Awal Juni 2025, pasar keuangan Indonesia menunjukkan dinamika yang beragam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan, namun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS justru menguat.
Pada penutupan perdagangan awal pekan, IHSG merosot 1,54% ke level 7.065. Sejumlah besar saham mengalami penurunan, mencerminkan sentimen pasar yang kurang positif. Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih saham dalam jumlah signifikan. Sektor keuangan, transportasi, dan teknologi menjadi yang paling terpukul. Hanya sektor industri dasar yang mencatatkan kenaikan.
Meskipun IHSG melemah, rupiah berhasil menguat tipis 0,28% terhadap dolar AS, ditutup pada level Rp16.240/US$. Rupiah sempat tertekan di awal perdagangan, namun berhasil bangkit di akhir sesi. Sementara itu, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun mengalami kenaikan, mengindikasikan adanya penurunan harga obligasi karena investor mengurangi kepemilikan SBN.
Tekanan terhadap IHSG dipicu oleh rilis data ekonomi dalam negeri yang kurang menggembirakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami deflasi 0,37% di bulan Mei. Neraca perdagangan juga mencatatkan surplus yang sangat tipis.
Deflasi terjadi karena penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Meskipun deflasi terjadi secara bulanan, secara tahunan IHK masih mengalami inflasi sebesar 1,60%.
Surplus neraca perdagangan April 2025 tercatat hanya US$150 juta, angka terendah dalam 60 bulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh kinerja ekspor yang menurun lebih cepat dibandingkan dengan impor.
Di sisi lain, bursa Wall Street menunjukkan kinerja yang positif di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global. Indeks S&P 500, Nasdaq Composite, dan Dow Jones Industrial Average semuanya mencatatkan kenaikan.
Kenaikan ini terjadi meskipun ada ketegangan perdagangan antara AS dan China, serta antara AS dan Uni Eropa. AS menuduh China melanggar kesepakatan perdagangan, sementara China menyalahkan Washington karena gagal menegakkan perjanjian tersebut.
Pemerintah juga berencana menyalurkan lima stimulus fiskal pada Juni-Juli 2025 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Stimulus ini akan diambil dari APBN dan non-APBN dengan total anggaran mencapai Rp 24,44 triliun.
Kalangan buruh membatalkan aksi demonstrasi besar-besaran yang semula direncanakan. Pembatalan ini dilakukan setelah adanya kesepakatan untuk membahas tuntutan buruh antara perwakilan buruh, pemerintah, dan DPR RI.
Untuk hari ini, nilai tukar rupiah berpotensi kembali menguat seiring dengan tertekannya indeks dolar AS (DXY). Analis HSBC memperkirakan dolar akan lebih bereaksi terhadap data ekonomi yang lemah.
Investor perlu mencermati rilis data ekonomi penting hari ini, seperti Caixin Manufacturing PMI China, Inflation Rate Flash of EU, dan US JOLTs Job Opening. Selain itu, ada sejumlah agenda pemerintah dan emiten yang perlu diperhatikan.
Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi pasar, investor diharapkan tetap waspada dan mempertimbangkan dengan matang setiap keputusan investasi.