Proposal Kesepakatan Nuklir: AS Izinkan Iran Memperkaya Uranium Tingkat Rendah

TEHERAN – Sebuah proposal dari pemerintah Donald Trump sedang diajukan kepada Iran, yang memungkinkan negara tersebut untuk melakukan pengayaan Uranium pada level rendah dengan batasan waktu yang telah ditentukan. Kabar ini muncul di tengah upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.

Usulan ini berpotensi meredakan kekhawatiran terkait program nuklir Iran, karena Iran bersikeras untuk mempertahankan hak pengayaan Uranium pada tingkat tertentu. Namun, langkah ini diperkirakan akan menuai kritikan tajam dari Israel dan sekutunya di Kongres AS.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebelumnya telah mendorong opsi serangan militer terhadap Iran. Israel menginginkan kesepakatan nuklir yang serupa dengan yang diterapkan pada Libya di bawah Muammar Gaddafi pada tahun 2003, yang berujung pada penghancuran total infrastruktur nuklir negara tersebut.

Meskipun Trump sebelumnya memperingatkan Netanyahu untuk tidak melakukan serangan pendahuluan, ia juga menginginkan kesepakatan yang memungkinkan AS untuk melakukan inspeksi kapan saja, tanpa menimbulkan korban jiwa.

Proposal ini menunjukkan perubahan signifikan, di mana Iran akan diizinkan memperkaya uranium hingga 3% di dalam wilayahnya untuk program nuklir sipil. Tingkat ini jauh lebih rendah dari level 60% yang saat ini berlaku. Sebagai perbandingan, kesepakatan nuklir 2015 yang disetujui pemerintahan Barack Obama membatasi pengayaan pada 3,67%.

Pemerintahan Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015, yang dikenal sebagai JCPOA, pada tahun 2018. Jika proposal ini disetujui, ini akan menjadi konsesi besar, mengingat pernyataan sebelumnya dari perwakilan AS, Steve Witkoff, yang menegaskan bahwa "Program pengayaan tidak akan pernah ada lagi di negara Iran. Itu garis merah kami."

Seperti kesepakatan Obama, Iran akan dibatasi untuk melakukan pengayaan pada ambang batas 3% untuk jangka waktu tertentu. JCPOA membatasi pengayaan Iran selama 15 tahun, sementara proposal Trump membiarkan batas waktu tersebut terbuka untuk negosiasi lebih lanjut.

AS dan Iran telah mengadakan lima putaran pembicaraan yang sebagian besar dimediasi oleh Oman. Witkoff dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi juga telah bertemu langsung.

Usulan tersebut juga menggemakan kesepakatan 2015, di mana Iran tidak diizinkan membangun fasilitas pengayaan baru dan harus membongkar infrastruktur penting untuk konversi dan pemrosesan uranium. Kesepakatan nuklir 2015 mewajibkan Iran membongkar dan memindahkan dua pertiga sentrifuganya. Proposal Trump juga menyerukan Iran untuk membuat fasilitas pengayaan bawah tanahnya "tidak beroperasi" untuk jangka waktu yang akan dinegosiasikan.

Kesepakatan 2015 mencegah pengayaan di fasilitas bawah tanah Fordow hingga 2031.

Menurut laporan, kesepakatan ini sangat bergantung pada sistem pemantauan dan verifikasi yang kuat oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Perbedaan utama lainnya adalah proposal tersebut membayangkan konsorsium pengayaan regional yang mencakup Iran. Arab Saudi dan UEA, dua mitra utama AS, berpotensi bergabung dengan Iran sebagai bagian dari konsorsium tersebut. Meskipun negara-negara Teluk sebelumnya menentang kesepakatan nuklir 2015, Riyadh dan Abu Dhabi telah menjalin pemulihan hubungan dengan Republik Islam tersebut selama beberapa tahun terakhir.

Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan mengatakan bahwa kerajaan tersebut "sepenuhnya mendukung" perundingan nuklir.

Pihak Gedung Putih belum mengonfirmasi atau membantah laporan ini. Iran juga belum memberikan komentar.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baqaei mengatakan bahwa Teheran tengah mencari klarifikasi mengenai keringanan sanksi sebagai bagian dari kesepakatan.

"Kami ingin menjamin sanksi dicabut secara efektif," ujarnya. "Sejauh ini, pihak Amerika belum ingin mengklarifikasi masalah ini."

Dewan redaksi Wall Street Journal menerbitkan artikel yang menyatakan bahwa pemerintahan Trump telah menghentikan semua aktivitas sanksi baru terhadap Iran.

Scroll to Top