Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyoroti inkonsistensi negara-negara Eropa terkait penggunaan batu bara. Di satu sisi, mereka gencar mengampanyekan penghentian penggunaan batu bara, namun di sisi lain, permintaan batu bara dari Eropa ke Indonesia justru tinggi.
"Aneh kan, mereka bilang tidak boleh pakai batu bara, tapi malah minta dari kita?," ujar Bahlil. Ia menekankan bahwa Indonesia harus mengutamakan kedaulatan energi nasional, mengingat batu bara masih menjadi opsi bahan bakar pembangkit listrik yang terjangkau.
Bahlil menambahkan bahwa teknologi carbon capture dapat diterapkan pada PLTU, menciptakan peluang bisnis baru. "Kita tidak bodoh, kita paham betul soal ini," tegasnya.
Mengenai pengembangan energi baru terbarukan (EBT), Bahlil mengakui bahwa realisasinya sedikit di bawah target. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur jaringan listrik yang belum menjangkau lokasi sumber-sumber EBT.
Pemerintah terus mendorong pengembangan EBT secara masif, yang tertuang dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Rencananya, sekitar 48.000 kilometer sirkuit transmisi atau 8.000 km akan dibangun.
"Tujuannya agar industri-industri di Indonesia ke depan menggunakan EBT, sehingga produknya kompetitif dan harganya lebih baik di pasar global," pungkas Bahlil.