Jakarta, CNBC Indonesia – Pasar keuangan Indonesia menunjukkan performa beragam pada hari Selasa (3/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tertekan, sementara obligasi pemerintah (SBN) justru menarik minat investor.
Pergerakan pasar keuangan domestik pada hari Rabu (4/6/2025) diperkirakan masih akan dipengaruhi oleh sentimen dari dalam dan luar negeri.
Pada penutupan perdagangan hari Selasa, IHSG turun 0,29% ke level 7.044,82, memperpanjang tren penurunan selama tiga hari berturut-turut. Nilai transaksi mencapai Rp14,49 triliun dengan 24,85 miliar saham berpindah tangan sebanyak 1,25 juta kali. Mayoritas saham, yaitu 353 saham, mengalami penurunan, sementara 261 saham menguat dan 193 saham stagnan. Investor asing tercatat melakukan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp736,24 miliar.
Dari sisi sektoral, lima dari 11 sektor mengalami penurunan, dengan sektor industri mencatat penurunan terbesar sebesar 1,54%, diikuti oleh sektor teknologi (1,23%) dan sektor konsumer siklikal (0,96%). Sebaliknya, sektor transportasi naik 1,17%, sektor kesehatan naik 0,59%, dan sektor properti naik 0,3%.
Di pasar mata uang, nilai tukar rupiah melemah 0,25% menjadi Rp16.280 per dolar AS. Sementara itu, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun turun 0,31% menjadi 6,819%, mengindikasikan peningkatan minat investor terhadap obligasi pemerintah.
Di pasar saham AS, Wall Street berhasil mencatat kenaikan serentak pada perdagangan hari Selasa waktu setempat. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan saham Nvidia, produsen chip AI terkemuka, di tengah harapan akan adanya kesepakatan dagang antara AS dan China. Indeks S&P 500 naik 0,58% ke level 5.970,37, Dow Jones Industrial Average naik 0,51% ke level 42.519,64, dan Nasdaq Composite melonjak 0,81% ke level 19.398,96.
Namun, OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 1,6% pada 2025, dari sebelumnya 2,2%, dengan alasan ketidakpastian kebijakan dan tarif.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan tetap fluktuatif pada hari ini, dipengaruhi oleh rilis data ekonomi yang mengindikasikan adanya pelemahan domestik. Deflasi pada bulan Mei, surplus neraca perdagangan yang tipis, dan kontraksi aktivitas manufaktur menjadi sinyal bahwa fundamental ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih. Harapan akan adanya insentif ekonomi diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan.
Selain itu, ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali menimbulkan kekhawatiran, sementara OECD juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Sentimen positif yang ditunggu pasar adalah pembicaraan antara AS dan China.
Deflasi Mei 2025
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (mom) pada bulan Mei 2025. Deflasi ini terjadi setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi. Pemerintah mengklaim bahwa deflasi ini merupakan hasil dari kebijakan yang berhasil menjaga harga barang dan jasa, bukan karena penurunan daya beli masyarakat.
Aktivitas Manufaktur Masih Tertekan
Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada bulan Mei 2025, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di angka 47,4. Hal ini menandakan pelemahan sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut akibat lemahnya permintaan pasar, baik dari dalam maupun luar negeri.
Insentif Pemerintah
Pemerintah mengumumkan lima insentif baru yang akan diberikan selama bulan Juni-Juli 2025 untuk menopang daya beli masyarakat, termasuk diskon tarif tol sebesar 20% selama 10 hari saat liburan sekolah.
Ketegangan Rusia-Ukraina Meningkat
Dinas Keamanan Ukraina (SBU) melancarkan serangan terhadap Jembatan Krimea, yang menghubungkan Rusia dengan semenanjung Krimea yang dianeksasi. Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara.
OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Global dan Indonesia
OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9% pada 2025 dan 2026. OECD juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% pada tahun ini dan 4,8% pada 2026.
Harga Minyak Naik
Serangan terhadap Jembatan Krimea menyebabkan kenaikan harga minyak dunia, yang berpotensi memberikan dampak positif bagi emiten minyak di Indonesia, namun juga dapat meningkatkan biaya operasional.
Data JOLTS AS Meningkat
Jumlah lowongan pekerjaan di AS pada bulan April meningkat menjadi 7,39 juta, yang menyebabkan indeks dolar AS (DXY) melonjak dan berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Pertemuan Trump-Jinping
Presiden Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping diperkirakan akan melakukan pembicaraan untuk membahas isu perdagangan.
Trump Menaikkan Tarif Impor Baja
Presiden Donald Trump menandatangani dekrit untuk menaikkan tarif menjadi 50% atas baja dan aluminium, yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian global dan memicu perang tarif.
Agenda dan Rilis Data Hari Ini:
Sejumlah agenda dan rilis data ekonomi dijadwalkan untuk hari ini, termasuk penandatanganan MoU antara Kementerian Perdagangan dan IKEA, diskusi tentang ISPO untuk industri sawit berkelanjutan, konferensi pers laporan kinerja industri asuransi jiwa, dan rilis data GDP Growth Rate Australia Q1 2025.
Agenda Emiten:
Sejumlah emiten dijadwalkan untuk melakukan pembayaran dividen tunai, termasuk WEHA, RATU, RAJA, INDY, dan PANR.