Presiden Korea Selatan yang baru, Lee Jae Myung, menunjukkan komitmennya untuk menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan Korea Utara. Dalam pidato kemenangannya, Lee menyampaikan keinginannya untuk memulai dialog dengan Korea Utara terkait masa depan hubungan kedua negara.
Lee menekankan pentingnya memperkuat pertahanan nasional sebagai langkah antisipasi, namun ia juga meyakini bahwa keamanan yang sesungguhnya terletak pada pencegahan konflik, bukan kemenangan dalam perang. Ia menyerukan Korea Selatan dan Korea Utara untuk hidup berdampingan dan bekerja sama demi kemajuan bersama. Lee berjanji untuk menstabilkan situasi di Semenanjung Korea, meminimalisir risiko bagi Korea Selatan, dan memastikan keamanan nasional tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan ini merupakan perubahan signifikan dari pemerintahan sebelumnya di bawah Yoon Suk Yeol, yang mengambil sikap keras terhadap Korea Utara, termasuk menangguhkan pakta militer yang bertujuan meredakan ketegangan dan meningkatkan latihan militer gabungan dengan Amerika Serikat, yang memicu kemarahan Korea Utara.
Analis melihat upaya Lee sebagai kebangkitan kembali pendekatan progresif yang pernah diterapkan oleh Moon Jae In, yang mengadakan pertemuan puncak dengan Kim Jong Un dan menandatangani perjanjian militer komprehensif pada tahun 2018 untuk mengurangi ketegangan di perbatasan.
Namun, hubungan kedua negara memburuk, mencapai titik terendah akibat pertukaran aksi provokatif seperti peluncuran satelit mata-mata oleh Korea Utara dan pengiriman balon sampah ke Korea Selatan, yang berujung pada penangguhan penuh perjanjian militer tersebut. Kim Jong Un bahkan menetapkan Korea Selatan sebagai musuh utama dan menghapus agenda reunifikasi dari kebijakan Korea Utara.
Di tengah ketegangan ini, Korea Utara terus memajukan program nuklir dan rudalnya, serta mempererat hubungan dengan Rusia, termasuk mengirimkan pasukan untuk mendukung Rusia dalam konflik di Ukraina.
Menurut pengamat, Lee kemungkinan akan memulai dengan langkah-langkah administratif yang relatif mudah, seperti melarang pengiriman selebaran ke Korea Utara, membatalkan penangguhan pakta militer, dan menyampaikan pesan damai dalam acara-acara penting.
Meskipun demikian, banyak yang menilai peluang keberhasilan Lee dalam memperbaiki hubungan dengan Korea Utara sangat tipis, mengingat kemajuan pesat persenjataan Korea Utara dan kedekatannya dengan Rusia. Terutama, jika Lee berupaya membawa Korea Utara kembali ke meja perundingan untuk denuklirisasi, para ahli sepakat bahwa hal ini akan menjadi tantangan berat, bahkan dalam satu masa jabatan presiden lima tahun.