AS Merombak Strategi di Suriah: Sejumlah Pangkalan Militer Ditutup

DAMASKUS – Amerika Serikat (AS) akan mengurangi kehadirannya di Suriah dengan menutup sejumlah besar pangkalan militernya dan memusatkan operasi di satu lokasi. Langkah ini merupakan bagian dari perubahan kebijakan yang diumumkan oleh utusan khusus AS yang baru.

Thomas Barrack, yang ditunjuk sebagai duta besar AS untuk Turki dan utusan khusus untuk Suriah, menyatakan bahwa perubahan ini menandai penolakan terhadap pendekatan Washington yang dinilai gagal dalam satu abad terakhir di Suriah.

Dalam sebuah wawancara, Barrack menjelaskan bahwa penarikan pasukan dan penutupan pangkalan mencerminkan penyesuaian strategis. "Kebijakan Suriah kita saat ini akan berbeda secara signifikan dari kebijakan Suriah selama 100 tahun terakhir, karena kebijakan-kebijakan sebelumnya tidak membuahkan hasil," ujarnya.

Pasukan AS diperkirakan akan menarik diri dari tujuh dari delapan pangkalan, termasuk yang berada di provinsi Deir Az Zor di Suriah timur, dengan operasi yang tersisa dipusatkan di Hasakah di timur laut.

Informasi yang beredar menyebutkan bahwa perangkat keras dan personel militer AS telah mulai dipindahkan. Bahkan ada laporan yang mengatakan bahwa seluruh pasukan telah ditarik dari Deir Az Zor.

Meskipun demikian, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa jumlah pasukan akan disesuaikan "jika dan ketika diperlukan", tergantung pada kebutuhan operasional.

Saat ini, sekitar 2.000 tentara Amerika masih berada di Suriah, sebagian besar bergabung dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi. SDF merupakan mitra utama dalam kampanye yang dipimpin AS melawan ISIS.

SDF, yang didominasi Unit Perlindungan Rakyat (YPG), milisi Kurdi, telah lama menjadi isu sensitif dengan sekutu NATO Turki. Turki menganggap YPG terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang.

Barrack menyebut SDF sebagai "faktor yang sangat penting" bagi Kongres AS, dan menekankan bahwa mengintegrasikan kelompok itu ke dalam tentara nasional Suriah kini menjadi prioritas.

Sejak penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad, keterlibatan internasional dengan Damaskus telah dimulai kembali di bawah Presiden baru Ahmed al-Sharaa. Barrack baru-baru ini mengibarkan bendera AS di atas kediaman duta besar di Damaskus untuk pertama kalinya sejak 2012.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik SDF, menuduhnya melakukan "taktik mengulur-ulur waktu" meskipun telah setuju bergabung dengan angkatan bersenjata Suriah.

Scroll to Top