Kabar buruk menerpa Raja Ampat. Aktivitas tambang nikel disinyalir menjadi penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan di surga wisata tersebut. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berjanji akan melakukan evaluasi terhadap kegiatan pertambangan yang menuai kritik pedas di media sosial.
Bahlil menyatakan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat diterbitkan sebelum dirinya menjabat sebagai menteri. Sebagai tindak lanjut, ia berencana memanggil para pemilik perusahaan tambang, baik BUMN maupun swasta, untuk meminta klarifikasi. Pertemuan evaluasi akan melibatkan jajaran Direktur Jenderal terkait.
"Saya akan evaluasi, akan ada rapat dengan dirjen saya. Saya akan panggil pemiliknya, mau BUMN atau swasta," tegas Bahlil.
Menteri Bahlil juga menyinggung tentang pembangunan smelter nikel di Raja Ampat yang konon merupakan aspirasi dari masyarakat setempat. Keberadaan smelter diharapkan dapat memproses langsung nikel yang ditambang di wilayah tersebut.
"Kami harus menghargai, karena Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus. Nanti, saya pulang akan evaluasi," lanjutnya.
Di sisi lain, Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengungkapkan kesulitan dalam mengintervensi aktivitas tambang yang diduga mencemari lingkungan. Kewenangan penerbitan dan pencabutan izin sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat.
Orideko menyindir keberadaan otonomi khusus Papua yang dirasa kurang efektif. Ia mempertanyakan manfaat otonomi khusus jika daerah tidak memiliki kewenangan penuh dalam mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada tanpa campur tangan pihak lain.
"Sembilan puluh tujuh persen Raja Ampat adalah daerah konservasi sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas," ujar Orideko.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, terdapat dua perusahaan yang mengelola tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Izin kedua perusahaan tersebut diterbitkan saat Raja Ampat masih menjadi bagian dari Papua Barat.