BRUSSEL – Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, menyampaikan pernyataan kontroversial yang menyebut NATO sebagai aliansi terkuat sepanjang sejarah, bahkan melampaui kekuatan Kekaisaran Romawi dan era Napoleon. Pernyataan ini muncul di tengah seruan Rutte kepada negara-negara anggota untuk meningkatkan anggaran pertahanan demi memperkuat kesiapan NATO menghadapi potensi ancaman dari Rusia.
Rutte menekankan perlunya investasi berkelanjutan dalam pertahanan NATO untuk mencegah potensi agresi di masa depan. Ia menegaskan bahwa NATO harus menjadi aliansi yang lebih kuat, adil, dan mematikan. Hal ini membutuhkan peningkatan sumber daya, pasukan, dan kemampuan untuk menghadapi segala bentuk ancaman.
Rutte memperingatkan bahwa Rusia mungkin dapat menyerang NATO dalam beberapa tahun mendatang. Untuk itu, ia mendesak negara-negara anggota untuk melampaui target pengeluaran pertahanan sebesar 2% dari PDB agar NATO siap mempertahankan diri. Rencananya, Rutte akan menyampaikan "rencana investasi pertahanan" baru kepada negara-negara anggota pada pertemuan puncak NATO mendatang di Den Haag.
Klaim Rutte ini memicu berbagai reaksi. Rusia berulang kali membantah tuduhan bahwa mereka merupakan ancaman bagi NATO dan menuding Barat menciptakan ketakutan untuk membenarkan peningkatan anggaran militer. Moskow juga memperingatkan bahwa upaya persenjataan kembali oleh Barat berisiko meningkatkan eskalasi konflik di Eropa.
Pernyataan Rutte juga menuai kritik di media sosial. Beberapa analis media menyoroti bahwa retorika tersebut terdengar seperti arogansi kekaisaran daripada upaya diplomasi. Sejarawan dan spesialis urusan internasional mempertanyakan apakah NATO saat ini telah berubah menjadi sebuah kekaisaran. Jurnalis lainnya menganggap pernyataan Rutte mirip dengan retorika pemimpin tertentu di masa lalu. Beberapa pihak menilai, tidak mengherankan jika negara-negara non-NATO memandang NATO sebagai ancaman hiper-militer setelah intervensi di Yugoslavia, Afghanistan, Irak, Libya, Suriah, dan negara lainnya.