Jakarta – Ketegangan antara Rusia dan Ukraina meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir, ditandai dengan serangan drone berskala besar yang dilancarkan oleh kedua belah pihak. Aksi saling balas ini memicu kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas.
Dimulai sejak Senin (2 Juni), Ukraina mengklaim telah meluncurkan 117 drone ke wilayah Rusia, menargetkan empat pangkalan militer dan berhasil melumpuhkan sekitar 40 jet tempur Rusia. Serangan ini disebut sebagai operasi ‘jaringan laba-laba’.
Sebelumnya, Rusia menuding Ukraina berada di balik ledakan jembatan di wilayah Bryansk yang menyebabkan kereta api penumpang tergelincir pada Minggu (1 Juni). Insiden tragis ini menewaskan tujuh orang. Komite Investigasi Rusia menyebut tindakan tersebut sebagai aksi terorisme yang direncanakan dengan cermat untuk menyasar warga sipil tak bersalah.
Rusia kemudian membalas serangan tersebut pada Kamis (5 Juni), dengan melancarkan serangan drone ke kota Pryluky, Ukraina utara. Serangan ini menyebabkan lima orang tewas dan enam lainnya terluka.
Puncaknya terjadi pada Jumat (6 Juni), ketika Rusia meluncurkan serangan balasan yang lebih intensif ke ibu kota Ukraina menggunakan rudal dan drone. Serangan ini menyebabkan setidaknya empat orang tewas dan 20 orang terluka.
Serangan balasan Rusia ini terjadi setelah peringatan dari Presiden Vladimir Putin, yang disampaikan melalui perantara, bahwa Rusia akan membalas serangan drone Ukraina yang menghancurkan beberapa pesawat pembom strategis di wilayah Rusia.
Wali kota Kyiv, Vitali Klitschko, melaporkan bahwa 20 orang terluka dalam serangan tersebut, dan 16 di antaranya harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, empat orang dinyatakan tewas. Sistem transportasi metro kota juga dilaporkan mengalami gangguan akibat serangan yang merusak jalur kereta api antar stasiun.
Di distrik Solomenskiy, sebuah drone Rusia menghantam sebuah gedung apartemen, menyebabkan kerusakan parah dan menimbulkan bekas luka bakar.