Di tengah kekacauan Gaza yang dilanda perang, seorang tokoh bernama Yasser Abu Shabab muncul sebagai sosok yang mengklaim otoritas di sebagian wilayah Rafah. Dulunya dikenal sebagai pemimpin gangster, kini ia memimpin milisi bernama "Pasukan Rakyat" dan menawarkan "keamanan dan ketertiban" di tengah konflik. Namun, kehadirannya menimbulkan pertanyaan besar tentang perannya dan hubungannya dengan Israel.
Dari Dunia Hitam ke Pemimpin Bersenjata
Abu Shabab, yang sebelumnya dikenal karena aktivitas kriminalnya, termasuk dugaan keterlibatan dalam perdagangan narkoba dan kelompok ekstremis, kini tampil sebagai komandan milisi. Pasukannya, yang sebagian besar terdiri dari anggota klan, mengenakan seragam dengan bendera Palestina dan mengklaim sebagai "unit antiterorisme". Mereka terlihat mendirikan tenda, menurunkan tepung, dan mendistribusikan bantuan di wilayah yang dikuasai oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Abu Shabab menyatakan bahwa kehadirannya di zona yang dikuasai Israel adalah "karena kebutuhan, untuk mencegah rencana pengungsian." Ia mengklaim bahwa misinya adalah melindungi warga sipil dari "terorisme pemerintah de facto [Hamas]" dan penjarahan bantuan.
Tuduhan Kolaborasi dan Perpecahan
Namun, kehadiran Abu Shabab tidak disambut baik oleh semua pihak. Pejabat Hamas menuduhnya sebagai "alat yang digunakan oleh pendudukan Israel untuk memecah belah front internal Palestina," bahkan menyebutnya sebagai kolaborator.
Laporan menunjukkan bahwa kelompok Abu Shabab beroperasi di bawah perlindungan militer Israel. Saksi mata melaporkan melihat para pejuangnya menjarah konvoi bantuan dan meminta "uang perlindungan" dari para pengemudi, sementara tank-tank Israel mengawasi tanpa campur tangan.
Kehadiran Abu Shabab telah menciptakan perpecahan di masyarakat Palestina. Bagi sebagian orang, ia mewakili bentuk tatanan lokal baru di wilayah yang tidak memiliki pemerintahan. Para pendukungnya mengklaim bahwa ia melakukan apa yang gagal dilakukan Hamas: melindungi rakyat dan memastikan bantuan sampai ke tempat yang membutuhkan.
Namun, bagi yang lain, ia adalah pengkhianat yang bekerja sama dengan tentara Israel, bukan sebagai pelindung rakyat mereka. Akibatnya, banyak warga Palestina tidak mempercayainya atau menerimanya sebagai alternatif nyata bagi Hamas.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Beberapa pengamat membandingkan Pasukan Populer Abu Shabab dengan milisi suku yang didanai AS di Irak untuk mengalahkan al-Qaeda. Kelompok-kelompok tersebut efektif dalam jangka pendek tetapi akhirnya bubar atau berubah menjadi bermusuhan setelah pasukan asing mundur.
Masa depan Abu Shabab dan milisinya masih belum pasti. Tanpa legitimasi dari penduduk Gaza, cengkeramannya pada kekuasaan tetap goyah. Apakah ia akan menjadi pemimpin lokal yang didukung Israel, atau hanya alat sementara dalam konflik yang lebih besar, masih harus dilihat.