Pengusaha AS Menggugat Trump Soal Kebijakan Perang Dagang

Sejumlah pelaku bisnis di Amerika Serikat melayangkan gugatan terhadap Presiden Donald Trump terkait kebijakan perang dagang yang diterapkan melalui pengenaan tarif impor tinggi. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS.

Liberty Justice Center, sebuah kelompok advokasi hukum yang mewakili kepentingan bisnis-bisnis tersebut, mendasari gugatan mereka pada kerugian bisnis serius akibat perang dagang ini, serta menilai kebijakan tersebut ilegal. Mereka mempersoalkan legalitas penetapan tarif berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).

Menurut mereka, meskipun IEEPA memberikan wewenang kepada presiden untuk mengambil kebijakan dalam merespons ancaman terhadap ekonomi dan keamanan AS, kriteria tersebut tidak terpenuhi dalam kebijakan Trump. Gugatan tersebut juga menyoroti bahwa undang-undang tersebut tidak memberikan izin kepada presiden untuk mengenakan tarif secara sepihak.

"Tidak ada seorang pun yang seharusnya memiliki wewenang untuk mengenakan pajak dengan dampak ekonomi global yang sangat besar," tegas Jeffrey Schwab dari Liberty Justice Center, menekankan bahwa penetapan tarif adalah kewenangan Kongres, bukan presiden.

Menanggapi gugatan tersebut, juru bicara Gedung Putih, Harrison Fields, menyatakan bahwa defisit perdagangan dengan negara lain merupakan keadaan darurat nasional. Ia berpendapat bahwa Trump membela kepentingan bisnis dan pekerja Amerika dengan mengakhiri praktik eksploitasi oleh mitra dagang, khususnya Tiongkok.

Gugatan ini bukan yang pertama kali diajukan terhadap Trump terkait kebijakan perang dagang. Sebelumnya, New Civil Liberties Alliance (NCLA) juga menggugat Trump dengan alasan bahwa IEEPA tidak memberikan izin kepada presiden untuk memberlakukan tarif. Gugatan tersebut diajukan atas nama Simplified, sebuah perusahaan yang berbasis di Florida.

"Dengan menggunakan kewenangan darurat untuk mengenakan tarif luas atas impor dari Tiongkok yang tidak diizinkan oleh undang-undang, Presiden Trump telah menyalahgunakan kewenangan tersebut, melanggar hak Kongres untuk mengendalikan tarif, dan mengganggu pemisahan kekuasaan dalam Konstitusi," kata Andrew Morris dari NCLA.

Indonesia sendiri juga terdampak kebijakan perang dagang Trump. Namun, pemerintah Indonesia memilih jalur negosiasi, menawarkan pembelian produk-produk AS senilai US$19 miliar untuk menghindari pengenaan tarif impor. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa tawaran ini diajukan saat pertemuan dengan perwakilan AS di Washington DC.

Scroll to Top