Praktik kuota internet hangus yang merugikan pelanggan kini menjadi sorotan tajam. Seorang anggota DPR dari Fraksi PAN menyoroti potensi kerugian negara yang fantastis, diperkirakan mencapai Rp 63 triliun setiap tahunnya.
Model bisnis yang membiarkan kuota yang telah dibayar pelanggan lenyap begitu saja dianggap bukan hanya masalah teknis, melainkan juga pelanggaran prinsip keadilan dan transparansi. "Kuota internet yang sudah dibeli adalah hak masyarakat yang tidak boleh dihilangkan tanpa jejak. Negara harus bertindak," tegasnya.
Kementerian Komunikasi dan Digital serta Kementerian BUMN didesak untuk segera melakukan audit komprehensif terhadap pengelolaan kuota oleh operator seluler, terutama yang berada di bawah naungan BUMN. Masyarakat berhak mengetahui ke mana kuota yang tidak terpakai itu pergi dan bagaimana pencatatannya dalam laporan keuangan perusahaan.
Tak hanya itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga diharapkan turun tangan untuk menginvestigasi potensi penyimpangan yang mungkin terjadi dalam praktik ini. Mengingat praktik ini telah berlangsung sejak 2009, membuka celah penyimpangan sistemik yang sangat merugikan negara.
Sebagai solusi jangka panjang, legislator tersebut mengusulkan regulasi yang mewajibkan operator seluler menyediakan fitur rollover kuota. Dengan mekanisme ini, kuota yang tidak terpakai dapat diakumulasikan ke bulan berikutnya, melindungi hak-hak konsumen yang selama ini terabaikan demi keuntungan perusahaan.
Komisi I DPR berjanji akan menjadikan isu ini sebagai bagian penting dari pengawasan parlemen terhadap sektor komunikasi digital. Tujuannya jelas, memastikan hak-hak masyarakat terlindungi dan tata kelola industri berjalan secara adil dan transparan.