Menteri Lingkungan Hidup (LH) mengambil tindakan tegas dengan menyegel sejumlah lokasi penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil setelah ditemukan berbagai pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tambang tersebut.
Sebanyak lima perusahaan memegang izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah tersebut. Perusahaan-perusahaan itu adalah PT GAG Nikel, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham. Dari kelima perusahaan tersebut, hanya empat yang menjadi fokus penindakan karena PT Nurham belum menunjukkan aktivitas pertambangan.
PT ASP menjadi sorotan utama karena aktivitas pengerukan nikel di Pulau Manuran yang mencapai 1.173 hektare, dengan area bukaan tambang seluas 109,23 hektare. Luas pulau yang relatif kecil membuat upaya pemulihan lingkungan menjadi sangat sulit. Selain itu, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menjadi dasar izin tambang tersebut, diterbitkan oleh bupati Raja Ampat pada 2006, belum diterima oleh Kementerian LH. Insiden jebolnya settling pond di lokasi tambang PT ASP menyebabkan pencemaran lingkungan dan kekeruhan pantai yang signifikan.
PT KSM, yang beroperasi di Pulau Kawe dengan IUP seluas 5.922 hektare dan bukaan tambang 89,29 hektare, juga tidak luput dari pelanggaran. Perusahaan ini membuka lahan tambahan seluas 5 hektare di luar persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH) yang telah diberikan. Pemerintah berencana meninjau kembali izin lingkungan PT KSM dan menjatuhkan sanksi hukum pidana lingkungan hidup terkait pelanggaran tersebut.
PT MRP melakukan penambangan di dua lokasi, yaitu di Pulau Manyaifun (21 hektare) dan Pulau Batang Pele (2.031 hektare), dengan total IUP seluas 2.193 hektare. Kementerian LH menemukan 10 titik kegiatan eksplorasi yang dilakukan tanpa PPKH dan tanpa dokumen atau persetujuan lingkungan yang jelas. Kegiatan eksplorasi PT MRP dihentikan untuk mencegah dampak lingkungan yang lebih parah.
Perlakuan berbeda diberikan kepada PT GAG Nikel, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam). Kementerian LH menilai bahwa tambang nikel PT GAG Nikel relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan, dengan tingkat pencemaran yang tidak terlalu serius. Meskipun demikian, izin lingkungan PT GAG Nikel akan ditinjau kembali oleh Kementerian LH, terutama setelah kewenangannya diambil alih oleh Menteri ESDM.
Penyegelan lokasi tambang ini dilakukan selama kunjungan tim Kementerian LH ke Raja Ampat pada 26 Mei-31 Mei 2025. Sampel-sampel telah diambil untuk uji laboratorium, pengecekan oleh ahli, dan proyeksi kerugian serta kerusakan yang timbul. Hasil investigasi akan menentukan apakah kasus ini akan berlanjut ke penindakan pidana, perdata, atau sanksi administrasi pemerintah.
Keputusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi terkait larangan kegiatan tambang di pulau kecil menjadi landasan hukum yang kuat dalam penindakan ini. Kementerian LH akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.