Rencana Investasi Danantara di GOTO-Grab Picu Kekhawatiran Monopoli dan Intervensi Pemerintah

Kabar Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) tertarik menanamkan modal dalam bentuk saham minoritas di PT Goto Gojek-Tokopedia Tbk (GOTO) setelah potensi merger dengan Grab, perusahaan asal Malaysia, menuai beragam reaksi. Tujuan investasi ini disebut-sebut sebagai upaya meredam kekhawatiran pemerintah terkait potensi monopoli usaha akibat penggabungan kedua perusahaan transportasi online tersebut.

Namun, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda, justru berpendapat bahwa langkah Danantara ini berpotensi memperburuk persaingan usaha di sektor jasa transportasi digital. Ia khawatir investasi Danantara membuka celah bagi intervensi pemerintah dalam pasar.

"Jika merger GoTo-Grab saja sudah menimbulkan kekhawatiran, apalagi dengan kehadiran Danantara sebagai ‘operator’. Keputusan terkait persaingan usaha bisa menjadi rentan terhadap intervensi negara, dalam hal ini Danantara. Peran ganda sebagai regulator sekaligus pemegang saham minoritas berpotensi mengikis persaingan usaha yang sehat," tegas Huda.

Menurutnya, kehadiran Danantara bisa membuat para pesaing yang sudah ada maupun yang berencana masuk ke pasar Indonesia merasa ragu, karena seolah-olah harus bersaing dengan pemerintah. Ia juga mempertanyakan relevansi keterlibatan Danantara dengan aturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Merger GOTO-Grab Berpotensi Merugikan Banyak Pihak

Senada dengan Huda, Head of Center of Digital Economy and SMEs at Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Izzudin Al-Farras, menilai bahwa investasi Danantara dalam entitas gabungan GOTO-Grab tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian negara. Sebaliknya, ia khawatir kehadiran negara justru bisa menurunkan minat investasi.

"Seharusnya, kehadiran negara dalam kasus merger ini bukan dengan menginvestasikan dana publik melalui Danantara. Investasi dana publik yang terbatas pada perusahaan swasta seperti Goto-Grab tidak memberikan nilai tambah yang berarti bagi perekonomian nasional," jelas Izzudin.

Izzudin memprediksi bahwa merger GOTO-Grab berpotensi merugikan tiga pihak utama. Pertama, konsumen akan dirugikan karena penggabungan kedua perusahaan akan meningkatkan pangsa pasar dan kekuatan pasar secara signifikan, sehingga konsumen memiliki daya tawar yang lebih lemah dalam hal penetapan harga dan pilihan layanan. Akibatnya, harga transportasi online berpotensi menjadi lebih mahal.

Kedua, pengemudi ojek online (ojol) juga akan terkena dampak negatif. Merger ini diprediksi akan menekan pendapatan ojol akibat kenaikan biaya komisi aplikator, mengingat pengemudi sebagai pekerja informal tidak memiliki daya tawar yang cukup terhadap perusahaan.

Ketiga, merger Grab-Goto berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena adanya integrasi operasional perusahaan dan eliminasi posisi pekerjaan yang sama atau tumpang tindih.

Izzudin menyimpulkan bahwa merger Goto-Grab hanya akan menguntungkan segelintir investor, sementara merugikan banyak pihak seperti konsumen, pengemudi angkutan online, dan pekerja. Ia menekankan pentingnya peran negara dalam mencegah terjadinya merger ini.

Kabar Merger GOTO-Grab Semakin Menguat

Seiring dengan menguatnya isu merger GOTO-Grab, Danantara dikabarkan sedang menjajaki peluang investasi. Menurut laporan, Danantara berada dalam tahap awal pembicaraan untuk mengakuisisi saham minoritas dalam entitas gabungan tersebut. Sebelumnya, beredar kabar bahwa Grab menargetkan kesepakatan merger tercapai pada kuartal II 2025, dengan valuasi GOTO mencapai US$ 7 miliar.

Scroll to Top