Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada layanan laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas) memicu kekhawatiran serius terhadap efektivitas penanganan penyakit menular di berbagai daerah. Kebijakan ini berpotensi menghambat deteksi dini penyakit dan memperlebar kesenjangan layanan kesehatan antar wilayah.
Labkesmas memegang peranan krusial dalam sistem kesehatan nasional, terutama dalam deteksi awal, pengendalian penyakit menular, dan perlindungan kesehatan masyarakat di tingkat daerah. Namun, dengan pemberlakuan PNBP yang mengenakan tarif pada semua jenis pemeriksaan labkesmas, kinerja laboratorium bisa terganggu.
Kewajiban tambahan ini berpotensi memperlambat respons terhadap penyakit menular, deteksi dini, dan kegiatan surveilans penyakit di daerah.
Risiko Ledakan Kasus Penyakit Menular
Pengenaan tarif PNBP pada layanan labkesmas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2024. Aturan ini mewajibkan labkesmas dan institusi kesehatan daerah yang bertanggung jawab atas penanganan kejadian luar biasa untuk mengalokasikan anggaran per pemeriksaan, yang tidak boleh dibebankan kepada masyarakat.
Namun, tidak semua daerah memiliki kemampuan finansial yang sama, terutama di tengah kebijakan efisiensi anggaran. Hal ini dapat menjadi beban finansial bagi labkesmas dan institusi kesehatan lainnya, terutama di daerah dengan keterbatasan anggaran.
Situasi ini berisiko menghambat penanganan wabah penyakit menular, dengan beberapa alasan:
Hambatan Deteksi Dini: Biaya tes laboratorium untuk deteksi dini penyakit menular terbilang mahal. Dana yang seharusnya dioptimalkan untuk memperbanyak intensitas tes, justru harus dialokasikan untuk membayar PNBP. Kondisi ini dapat mengurangi efektivitas deteksi dini dan pengamatan penyebaran penyakit.
Peningkatan Penyakit Menular: Kurangnya akses layanan laboratorium berisiko mengurangi efektivitas penanganan penyakit. Penyebaran penyakit menular, terutama di daerah dengan sanitasi buruk dan akses layanan kesehatan terbatas, berisiko tidak dapat dicegah.
Ketimpangan Pelayanan: Respons penanganan penyakit antar daerah berisiko mengalami ketimpangan. Daerah dengan anggaran lebih besar mungkin dapat melakukan pemeriksaan laboratorium secara optimal, sementara daerah dengan keterbatasan anggaran mungkin mengalami keterlambatan respons.
Evaluasi Dampak dan Solusi Alternatif
Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap dampak ekonomi dan kesehatan dari kebijakan PNBP pada layanan kesehatan. Idealnya, sosialisasi yang memadai perlu dilakukan sebelum peraturan ini diberlakukan, agar daerah dapat mempersiapkan anggaran dan mekanisme yang diperlukan.
Untuk mengatasi situasi ini, beberapa langkah perlu diambil:
Optimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik berupa bantuan operasional kesehatan untuk mengatasi kendala yang mungkin terjadi di daerah.
Buat alternatif regulasi pengambilalihan beban biaya pemeriksaan laboratorium oleh pemerintah pusat, terutama dalam kondisi darurat kesehatan.
Terbitkan regulasi pendukung berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang mengatur pengecualian tarif pemeriksaan laboratorium dalam kondisi darurat kesehatan masyarakat. Tujuannya agar pemeriksaan laboratorium tetap dapat diakses secara gratis saat dibutuhkan.
Pemerintah perlu serius mengevaluasi dampak pengenaan tarif PNBP pada labkesmas dan institusi kesehatan, terutama pada daerah dengan anggaran terbatas. Jangan sampai kebijakan ini mengorbankan masyarakat akibat lambannya respons penanganan penyakit menular.