Aroma Tak Sedap Pemilihan Tuan Rumah Kualifikasi Piala Dunia 2026, Irak Tuntut Keterbukaan

JAKARTA – Proses pemilihan tuan rumah putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia diselimuti kecurigaan. Asosiasi Sepak Bola Irak (IFA) mendesak Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan FIFA untuk transparan dalam proses penawaran yang terkesan tertutup.

Irak, yang telah mengamankan tempat di putaran keempat, merasa perlu menyuarakan kekhawatiran terkait rumor yang menyebutkan Arab Saudi dan Qatar akan kembali menjadi tuan rumah secara otomatis.

IFA telah mengirimkan surat resmi kepada AFC dan FIFA pada Sabtu (7/6/2025) malam, menuntut transparansi dan keadilan. Mereka juga menegaskan telah mengajukan diri sebagai tuan rumah dan siap memenuhi semua tanggung jawab terkait penyelenggaraan, termasuk logistik, keamanan, dan pembiayaan.

"Asosiasi Sepak Bola Irak menuntut transparansi penuh dan keadilan dalam proses pemilihan tuan rumah putaran keempat Kualifikasi Asia untuk Piala Dunia 2026," demikian pernyataan resmi IFA.

Dalam suratnya, IFA juga menyebut dukungan Indonesia terhadap transparansi proses ini. Langkah ini diyakini dapat memperkuat kepercayaan antar negara peserta dan menjaga prinsip kesetaraan dalam sepak bola Asia.

IFA mengklaim telah menyiapkan infrastruktur dan dukungan pemerintah untuk menjadi penyelenggara. Mereka juga menekankan bahwa Irak telah sukses menyelenggarakan berbagai acara besar sebelumnya dan memiliki pengalaman organisasi yang memadai.

"Irak memiliki infrastruktur olahraga yang maju dan pengalaman penyelenggaraan, serta antusiasme tinggi dari masyarakat. Kami siap menjadi tuan rumah yang setara dengan status sepak bola Irak dan Asia," tulis IFA.

Hingga kini, FIFA dan AFC belum memberikan kejelasan mengenai siapa yang akan menjadi tuan rumah putaran keempat. Padahal, turnamen tersebut dijadwalkan berlangsung dalam format sentralisasi, dengan enam tim dibagi ke dalam dua grup dan digelar pada 8, 11, dan 14 Oktober 2025 mendatang.

Proses penawaran yang tidak dipublikasikan menimbulkan pertanyaan besar, terutama jika benar Arab Saudi dan Qatar akan kembali menjadi penyelenggara tanpa adanya kompetisi penawaran terbuka.

IFA menutup pernyataannya dengan harapan agar FIFA dan AFC dapat mengambil keputusan yang profesional, adil, dan berpihak pada kemajuan sepak bola Asia secara menyeluruh.

Jika dibiarkan, potensi konflik kepentingan dan dominasi tuan rumah oleh negara tertentu dapat menjadi preseden buruk bagi citra AFC dan FIFA di mata federasi lain. Desakan Irak ini bisa menjadi awal dari gelombang tuntutan transparansi yang lebih luas dari negara-negara peserta lainnya, termasuk Indonesia.

Scroll to Top