Polemik Tambang Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat: Perusahaan Buka Suara

Aktivitas penambangan yang dilakukan PT GAG Nikel (GN) di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi sorotan publik. Menanggapi hal tersebut, perusahaan angkat bicara dan menegaskan bahwa kegiatan operasionalnya dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan sesuai prosedur teknis yang berlaku.

Arya Arditya, Plt. Presiden Direktur Gag Nikel, menjelaskan bahwa lokasi pertambangan berada di luar zona Geopark Raja Ampat. Menurutnya, empat pulau utama yang termasuk dalam Geopark, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool, tidak mencakup Pulau Gag karena lokasinya yang cukup jauh.

GN menyayangkan informasi yang beredar mengenai kerusakan Pulau Gag akibat aktivitas tambang. Perusahaan mengklaim telah menerapkan berbagai sistem pengelolaan limbah dan pemantauan kualitas air untuk meminimalkan dampak lingkungan. Sistem drainase, sump pit, dan kolam pengendapan digunakan untuk menampung air larian yang kemudian diproses melalui lima kompartemen sebagai filter dan sedimentasi sebelum dilepas ke sungai. Pengukuran Total Suspended Solids (TSS) dilakukan setiap hari.

Selain itu, perusahaan juga menjalankan program lingkungan seperti reklamasi area tambang (telah mencapai 131 hektare dengan lebih dari 350 ribu pohon ditanam hingga akhir 2024), rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), dan konservasi terumbu karang. Data perusahaan menunjukkan bahwa kadar polutan air dan udara dari aktivitas tambang masih di bawah ambang batas. Dalam laporan pemantauan 2024, nilai TSS tercatat antara 5-27 mg/L, pH air limbah berada di kisaran 7-8, dan kadar Chromium VI tercatat antara 0,03-0,07 mg/L.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyampaikan hasil inspeksi lapangan pada akhir Mei lalu tidak menunjukkan pencemaran serius dan kegiatan operasional masih dalam batas kaidah tata lingkungan.

Luas total konsesi tambang perusahaan tercatat 6.030 ha, dengan bukaan tambang seluas 187,87 ha. Lokasi tersebut berada di kawasan hutan lindung dan termasuk dalam daftar perusahaan yang memperoleh hak khusus melalui relaksasi UU Kehutanan.

Terkait landasan hukum operasional, Hanif menyebut masih ada ruang untuk pendalaman lebih lanjut, terutama setelah terbitnya Putusan MA Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan MK Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang memperkuat pelarangan tambang di pulau kecil. Putusan MA menganggap bahwa pelaksanaan pelarangan kegiatan penambangan di pulau kecil ini dilakukan tanpa syarat, dan MK memperkuat putusan MA tersebut. Koordinasi lintas kementerian masih diperlukan untuk merumuskan langkah selanjutnya terhadap status operasional GN.

Scroll to Top