Jakarta – Kisruh royalti lagu di Indonesia terus berlanjut, membuat Pasha Ungu akhirnya turun tangan. Sebagai musisi sekaligus anggota DPR, Pasha menyoroti kerumitan hubungan antara musisi dan pencipta lagu terkait hak pertunjukan.
Pasha mengkritik sikap diam label rekaman, padahal seharusnya mereka berperan sebagai mediator. Ia menegaskan bahwa perjanjian kerja sama ada antara label dan pencipta lagu, bukan langsung dengan penyanyi.
"Kontrak dan kesepakatan itu kan dijalanin antara label dan pencipta lagu, bukan langsung sama penyanyinya," ungkap Pasha.
Pasha mengusulkan forum diskusi bagi semua pelaku industri musik untuk membahas masalah ini secara komprehensif. Tujuannya adalah agar semua pihak memahami aturan dan tidak terjadi kebingungan.
Ia juga mengusulkan pemberlakuan batas waktu, misalnya 1 Juli 2025, di mana setiap penyanyi atau band yang membawakan lagu orang lain wajib meminta izin kepada pencipta lagu, baik secara pribadi, melalui manajemen, atau EO. Jika tidak dilakukan, akan ada konsekuensi hukum pidana atau perdata.
Menurut Pasha, masalah ini timbul karena kurangnya sosialisasi tentang Undang-Undang Hak Cipta. Banyak yang tidak tahu bahwa izin harus diperoleh sebelum membawakan lagu ciptaan orang lain. Ia berpendapat jika hal ini disadari sejak awal, penyanyi mungkin tidak akan membawakan lagu ciptaan orang lain.
Pasha menekankan bahwa pencipta lagu dan penyanyi saling membutuhkan. Pencipta lagu membutuhkan penyanyi yang tepat agar karyanya hits, sementara penyanyi membutuhkan lagu yang tepat untuk meraih popularitas.